Minggu, 01 Februari 2015

Penginderaan Jauh - Unsur Intepretasi


Pengindraan Jauh merupakan suatu metode pengkajian atas benda-benda, objek-objek, atau fenomena-fenomena di muka bumi dari jarak jauh (Sutanto, 1995). Pengindraan jauh merupakan ilmu, teknik, dan seni  untuk  memperoleh  informasi  tentang obyek, wilayah, atau  gejala dengan menganalisis data yang diperoleh dari suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, wilayah, atau gejala yang sedang dikaji (Lilesand and Keifer, 1983).
 Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi tentang obyek atau gejala di permukaan bumi maupun yang berada dekat permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung. Pengindraan jauh menggunakan media berupa citra (image atau gambar) untuk mengamati obyek dan fenomena. Citra dapat diperoleh melalui perekaman fotografis dan nonfotografis. Perekaman fotografis menggunakan perekam berupa kamera dan menghasilkan foto udara.  Perekaman nonfotografis menggunakan pemindai atau penyiam (scanner) dan menghasilkan citra non-foto. Citra foto udara yang dihasilkan berupa softcopy yang diproduksi dan direproduksi dari master rekaman berupa film. Citra non-foto biasanya terekam secara digital dalam format asli dan memerlukan  komputer  untuk  presentasinya. Citra non-foto dapat dicetak menjadi hardcopy untuk keperluan interpretasi secara visual.
Interpretasi merupakan suatu kegiatan untuk menentukan bentuk dan sifat obyek yang tampak pada citra, termasuk mendeskripsikannya. Interpretasi citra dan fotogrametri berhubungan erat meskipun keduanya tidak sama. Fotogrametri berkepentingan dengan geometrik objek, sedangkan interpretasi berkaitan dengan manfaat, penggunaan, asal-usul, ataupun identitas obyek yang bersangkutan (Glossary of the Mapping Science, 1994)
Interpretasi adalah suatu proses penafsiran objek, gejala, atau fenomena menggunakan unsur-unsur pengenal interpretasi. Unsur-unsur pengenal interpretasi ini secara individual maupun secara kolektif dapat menafsirkan citra dengan sifat-sifat khusus.  Unsur-unsur pengenalan yang digunakan untuk interpretasi, yaitu rona atau warna, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs, dan asosiasi.
Rona (tone) dan warna (color) merupakan unsur interpretasi citra yang digunakan untuk mengenali obyek dengan tingkat kesulitan termudah. Rona mengacu ke kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan (grayscale), contohnya hitam (sangat gelap), agak gelap, cerah, atau putih (sangat cerah). Citra yang berwarna menggunakan unsur interpretasi yaitu warna. Penyebutan warna pada citra umumnya masih terkombinasi dengan rona, misalnya merah, hijau, biru, coklat-kekuningan, biru-kehijauan agak gelap, dan sebagainya.
Bentuk (shape) merupakan unsur interpretasi yang mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi, atau garis besar wujud obyek secara individual. Bentuk bebrapa obyek kadang-kadang begitu berbeda dari yang lain, sehingga obyek tersebut dapat dikenali semata-mata dari unsur bentuknya saja.
Ukuran (size) adalah atribut obyek berupa jarak, luas, tinggi lereng, dan volume. Ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, sehingga harus dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek.
Pola adalah bentuk atau model  yang bisa dipakai untuk membuat dan menghasilkan sesuatu dalam susunan. Pola (pattern) merupakan unsur interpretasi yang terkait dengan susunan keruangan obyek. Pola biasanya terkait dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, kurang teratur, namun kadang-kadang pula perlu digunakan istilah yang ekspresif, misalnya melingkar, memanjang terputus-putus, konsentris, dan sebagainya.
Bayangan (shadows) adalah unsur interpretasi yang sangat penting bagi penafsir.  Bayangan dapat memberikan dua macam efek yang berlawanan. Pertama, bayangan mampu menegaskan bentuk obyek citra karena outline obyek menjadi lebih tajam atau jelas. Bayangan juga dapat mengganmbarkan kesan ketinggiannya objek. Kedua, bayangan dapat kurang memberikan pantulan obyek ke sensor, sehingga obyek yang diamati menjadi tidak jelas.
Tekstur merupakan kombinasi dari ukuran dan susunan suatu benda dengan karakteristik tertentu. Tekstur juga dapat diartikan sebagai penyatuan bagian sehingga membentuk suatu tingkat kekasaran tertentu (KBBI, 2008)
 Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh agregasi atau pengelompokan satuan kenampakan yang terlalu kecil untuk dapat dibedakan secara individual. Tingkat sifat tekstur pada hasil citra bergantung dengan kontras warn Kesan tekstur bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang digunakan. Kenampakan tekstur sekelompok kanopi (tajuk) pohon dengan kerapatan tinggi pada foto udara skala 1:1000 akan terlihat kasar karena detail atau rincian kekasaran permukaan tajuk dan efek bayangannya sangat jelas terlihat. kenampakan Kenampakan tekstur sekelompok kanopi (tajuk) pohon dengan kerapatan tinggi pada foto udara skala 1:100.000 akan terlihat dengan tekstur yang lebih halus.
Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji. Obyek dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada bayangannya, dan tersusun dalam pola teratur dikenali sebagai kilang minyak, apabila terletak didekat perairan pantai.
Asosiasi (association) merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain. Asosiasi digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Asosiasi pada foto udara skala besar dapat terlihat adanya bangunan berukuran lebih besar daripada rumah, mempunyai halaman terbuka, terletak di tepi jalan besar, dan terdapat kenampakan menyerupai tiang bendera (terlihat dengan adanya bayangan tiang) pada halaman tersebut. Bangunan ini dapat ditafsirkan sebagai bangunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang bendera dengan kantor (terutama kantor pemerintahan).
Mengenali objek perlu memperhatikan banyak sifat-sifat unsur, karena tidak semua unsur dapat digunakan secara bersama-sama. Beberapa jenis fenomena atau obyek dapat langsung dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja, ada pula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Kecenderungan bahwa pengenalan obyek penutup atau penggunaan lahan pada foto udara skala besar untuk wilayah kekotaan membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi, dibandingkan pengenalan bentuklahan atau fisiografi pada citra skala sedang-kecil dan pada liputan wilayah yang luas.
Rona atau warna  merupakan hal yang paling dominan dan langsung mempengaruhi pengguna citra dalam memulai interpretasi diantara ke delapan unsur tersebut,. Unsur-unsur interpretasi dapat di kelompokkan ke dalam tiga jenjang dalam piramida unsur-unsur interpretasi. Jenjang paling bawah terdapat unsur-unsur elementer yang dengan mudah dapat dikenali pada citra, yaitu warna atau rona, bentuk, dan bayangan. Jenjang berikutnya terdapat ukuran, tekstur, dan pola, yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam tentang konfigurasi obyek dalam ruang. Jenjang paling atas terdapat situs dan asosiasi yang merupakan unsur-unsur pengenal utama dan seringkali menjadi faktor kunci dalam interpretasi. Tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam proses interpretasi, yaitu deteksi, identifikasi dan analisis.

1. Deteksi citra merupakan pengamatan tentang adanya suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah daerah dekat perairan.
2. Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan suatu objek berkotak-kotak sebagai tambak di sekitar perairan karena objek tersebut dekat dengan laut.
3. Analisis merupakan pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan informasi bahwa tambak tersebut adalah tambak udang dan diklasifikasikan sebagai daerah pertambakan udang.

Sumber :

Anonim. www.hmit.lk.ipb.ac.id/2010/06/23/pengindraan-jauh-dan-interpretasi-citra [diakses tanggal 5 Maret 2013 Pukul 04.43]
Danoedoro, Projo dan Nur M, Farda. 2009. Petunjuk Praktikum Penginderaan Jauh Dasar. Yogyakarta : Jurusan Sains Informasi Geografis dan Pengembangan Wilayah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar