Pengindraan Jauh merupakan suatu metode pengkajian atas benda-benda,
objek-objek, atau fenomena-fenomena di muka bumi dari jarak jauh (Sutanto,
1995). Pengindraan
jauh merupakan ilmu, teknik, dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, wilayah, atau gejala dengan
menganalisis data yang diperoleh dari suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, wilayah, atau
gejala yang sedang dikaji (Lilesand and Keifer,
1983).
Penginderaan jauh merupakan aktivitas
penyadapan informasi tentang obyek atau gejala di permukaan bumi maupun yang berada dekat permukaan bumi tanpa melalui kontak
langsung. Pengindraan jauh menggunakan media berupa citra (image
atau gambar) untuk mengamati obyek dan fenomena. Citra dapat diperoleh melalui perekaman
fotografis dan nonfotografis. Perekaman fotografis menggunakan perekam berupa kamera
dan menghasilkan
foto udara. Perekaman nonfotografis
menggunakan pemindai
atau penyiam (scanner) dan menghasilkan citra non-foto. Citra foto
udara yang dihasilkan berupa softcopy yang
diproduksi dan direproduksi dari master rekaman berupa film. Citra non-foto
biasanya terekam secara digital dalam format asli dan memerlukan komputer untuk presentasinya.
Citra non-foto dapat dicetak menjadi hardcopy
untuk keperluan interpretasi secara visual.
Interpretasi merupakan suatu kegiatan
untuk menentukan bentuk dan sifat obyek yang tampak pada citra, termasuk
mendeskripsikannya. Interpretasi citra dan fotogrametri berhubungan erat
meskipun keduanya tidak sama. Fotogrametri berkepentingan dengan geometrik
objek, sedangkan interpretasi berkaitan dengan manfaat, penggunaan, asal-usul,
ataupun identitas obyek yang bersangkutan (Glossary
of the Mapping Science, 1994)
Interpretasi adalah suatu proses penafsiran objek, gejala, atau fenomena
menggunakan unsur-unsur pengenal interpretasi. Unsur-unsur pengenal interpretasi ini secara individual maupun secara kolektif
dapat menafsirkan citra dengan
sifat-sifat khusus. Unsur-unsur pengenalan yang digunakan untuk interpretasi, yaitu rona atau warna, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur,
pola, situs, dan asosiasi.
Rona (tone) dan warna (color) merupakan unsur
interpretasi citra yang digunakan untuk mengenali obyek dengan tingkat
kesulitan termudah. Rona
mengacu ke
kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat
keabuan (grayscale), contohnya hitam (sangat gelap), agak gelap, cerah, atau putih (sangat cerah). Citra yang berwarna menggunakan unsur interpretasi yaitu warna. Penyebutan
warna pada citra umumnya masih terkombinasi dengan rona, misalnya merah, hijau, biru, coklat-kekuningan, biru-kehijauan agak
gelap, dan sebagainya.
Bentuk
(shape) merupakan unsur interpretasi yang mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi,
atau garis besar wujud obyek secara individual. Bentuk bebrapa obyek kadang-kadang begitu berbeda dari
yang lain, sehingga obyek tersebut dapat dikenali semata-mata dari unsur bentuknya
saja.
Ukuran
(size) adalah atribut obyek berupa jarak,
luas, tinggi lereng, dan volume. Ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala,
sehingga harus
dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak
selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek.
Pola adalah bentuk atau model yang bisa dipakai untuk membuat dan menghasilkan sesuatu
dalam susunan. Pola
(pattern) merupakan unsur
interpretasi yang terkait
dengan susunan keruangan obyek. Pola biasanya terkait dengan adanya pengulangan
bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang
digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, kurang teratur, namun
kadang-kadang pula perlu digunakan istilah yang ekspresif, misalnya melingkar,
memanjang terputus-putus, konsentris, dan sebagainya.
Bayangan
(shadows) adalah unsur
interpretasi yang sangat
penting bagi penafsir. Bayangan dapat memberikan dua macam efek yang
berlawanan. Pertama, bayangan
mampu menegaskan bentuk obyek citra karena outline
obyek menjadi lebih tajam atau jelas. Bayangan juga dapat mengganmbarkan kesan ketinggiannya objek. Kedua, bayangan dapat kurang memberikan pantulan obyek ke sensor,
sehingga obyek yang diamati menjadi tidak jelas.
Tekstur merupakan kombinasi dari ukuran dan susunan suatu benda
dengan karakteristik tertentu. Tekstur juga dapat diartikan sebagai penyatuan
bagian sehingga membentuk suatu tingkat kekasaran tertentu (KBBI, 2008)
Tekstur (texture) merupakan
ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan
oleh agregasi atau pengelompokan
satuan kenampakan yang terlalu kecil untuk dapat dibedakan secara individual. Tingkat sifat tekstur
pada hasil citra bergantung dengan kontras warn Kesan tekstur bersifat relatif, tergantung
pada skala dan resolusi citra yang digunakan. Kenampakan tekstur sekelompok kanopi (tajuk)
pohon dengan kerapatan tinggi pada foto udara skala 1:1000 akan terlihat kasar
karena detail atau rincian kekasaran permukaan tajuk dan efek bayangannya
sangat jelas terlihat. kenampakan Kenampakan tekstur sekelompok kanopi (tajuk) pohon dengan kerapatan
tinggi pada foto udara skala 1:100.000 akan terlihat dengan tekstur yang lebih
halus.
Situs (site) atau letak merupakan penjelasan
tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih
mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi
obyek yang dikaji. Obyek dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada
bayangannya, dan tersusun dalam pola teratur dikenali sebagai kilang minyak,
apabila terletak didekat perairan pantai.
Asosiasi
(association) merupakan unsur yang
memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau
fenomena lain. Asosiasi digunakan
sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Asosiasi pada foto udara skala besar dapat terlihat adanya
bangunan berukuran lebih besar daripada rumah, mempunyai halaman terbuka,
terletak di tepi jalan besar, dan terdapat kenampakan menyerupai tiang bendera
(terlihat dengan adanya bayangan tiang) pada halaman tersebut. Bangunan ini
dapat ditafsirkan sebagai bangunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang bendera
dengan kantor (terutama kantor pemerintahan).
Mengenali objek perlu memperhatikan banyak sifat-sifat unsur, karena tidak semua unsur dapat digunakan secara bersama-sama. Beberapa jenis fenomena atau obyek dapat langsung dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja, ada pula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Kecenderungan bahwa pengenalan obyek penutup atau penggunaan lahan pada foto udara skala besar
untuk wilayah kekotaan membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi,
dibandingkan pengenalan bentuklahan atau fisiografi pada citra skala
sedang-kecil dan pada liputan wilayah yang luas.
Rona atau warna merupakan hal yang paling dominan dan langsung
mempengaruhi pengguna citra dalam memulai interpretasi diantara ke delapan unsur tersebut,. Unsur-unsur interpretasi dapat di kelompokkan ke dalam tiga jenjang
dalam piramida unsur-unsur interpretasi. Jenjang paling bawah terdapat unsur-unsur elementer yang dengan mudah
dapat dikenali pada citra, yaitu warna atau rona, bentuk, dan bayangan. Jenjang berikutnya terdapat ukuran, tekstur, dan pola, yang membutuhkan pemahaman lebih
mendalam tentang konfigurasi obyek dalam ruang. Jenjang paling atas terdapat situs dan
asosiasi yang merupakan unsur-unsur pengenal utama dan
seringkali menjadi faktor kunci dalam interpretasi. Tiga hal penting yang perlu
dilakukan dalam proses interpretasi, yaitu deteksi, identifikasi dan analisis.
1. Deteksi citra merupakan
pengamatan tentang adanya suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah
daerah dekat perairan.
2. Identifikasi atau
pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan
keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan suatu objek berkotak-kotak
sebagai tambak di sekitar perairan karena objek tersebut dekat dengan laut.
3. Analisis merupakan
pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan
informasi bahwa tambak tersebut adalah tambak udang dan diklasifikasikan
sebagai daerah pertambakan udang.
Sumber :
Anonim. www.hmit.lk.ipb.ac.id/2010/06/23/pengindraan-jauh-dan-interpretasi-citra [diakses tanggal 5 Maret 2013 Pukul 04.43]
Danoedoro, Projo dan Nur M, Farda. 2009. Petunjuk Praktikum Penginderaan Jauh Dasar. Yogyakarta : Jurusan Sains Informasi
Geografis dan Pengembangan Wilayah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar