Selasa, 11 Maret 2014

Kuliah Kerja Lapangan I - Bentang Alam dan Bentang Budaya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Geografi adalah ilmu yang melukiskan gejala dan sifat-sifat permukaan bumi dan penduduknya disusun berdasarkan letaknya baik yang terdapat bersama-sama maupun berhubungan timbal baliknya gejala-gejala tersebut (Ferdinan, 1883 dalam Suharyono, 2005).
            Geografi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun yang menyengkut makhluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologikal, dan kewilayahan untuk kepentingan program, proses, dan pembangunana (Bintarto dan Surastopo, 1979).
Pendidikan geografi bertujuan untuk  mendidik mahasiswa menjadi sarjana geografi yang memiliki kepribadian, kecerdasan, keterampilan, dan pengetahuan geografi, serta penerapannya. Mahasiswa diajarkan konsep, teori dan praktek, baik di laboratorium maupun di lapangan, sehingga dapat mengenal, mengidentifikasi, mengukur parameter fisik, dan sosial ekonomi di lapangan, serta mengenali wilayah. Obyek kajian geografi secara utuh yaitu geosfer.
Fenomena geosfer meliputi atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer, pedosfer, dan antroposfer. Atmosfer mencakup kondisi cuaca dan iklim, yang dipelajari dalam meteorologi dan klimatologi. Litosfer mencakup topografi atau relief, struktur dan batuan, yang dipelajari dalam ilmu geomorfologi. Pedosfer mencakup sifat dan perwatakan tanah, yang
dipelajari dalam geografi tanah. Hidrosfer mencakup air yang terdapat di atmosfer, permukaan bumi, laut dan di dalam tanah, yang dikaji dalam hidrologi dan oseanografi. Hidrologi secara khusus dipelajari pula dalam kajian hidrometeorologi, potamologi, hidrometri, hidrologi kualitas air, dan geohidrologi. Biosfer mencakup kajian flora dan fauna, yang dipelajari dalam biogeografi, sedangkan antroposfer mengkaji manusia dan
perikehidupannya, yang dipelajari dalam geografi manusia, kependudukan, sosiologi, antropologi, ekonomi dan ilmu sosial. Keenam unsur atau obyek geosfer tersebut merupakan komponen penyusun bentanglahan (landscape).
            Bentanglahan mencakup bentang alami  (natural landscape) dan bentang budaya (cultural landscape), yang menekankan keterkaitan antara komponen biogeofisik dengan manusia didalamnya, dan segala aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui hubungan keterkaitan tersebut merupakan ciri kajian geografi, yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), kelingkungan (ecological approach), dan kompleks wilayah (regional approach).
Bentanglahan dalam mempelajarinya perlu dikenalkan komponen biogeofisik dan sebarannya di lapangan beserta pemetaannya, hubungan antar komponen biogeofisik, dan hubungan antara komponen biogeofisik dengan manusia. Interpretasi dan analisis peta, foto udara, atau citra penginderaan jauh dan didukung dengan observasi lapangan, maka dapat membantu mengenali karakteristik dari masing-masing komponen bentanglahan, baik yang menyangkut komponen fisik maupun komponen sosial ekonomi dan budaya
Analisis komponen bentang alam pada umumnya didasarkan atas relief, struktur dan proses, yang dinamakan bentuklahan (landform). Bentuklahan digunakan sebagai satuan analisis yang menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan pemanfaatan lahan, baik dalam skala lokal, regional maupun nasional. Komponen bentang budaya, dapat dikenali dengan mudah mendasarkan pada aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, yang tercermin pada pemanfaatan ruang, antara lain bentang pertanian,bentang industri dan bentang permukiman. Selain itu bentang budaya juga dapat dikelompokkan menjadi bentang kota dan bentang desa, yang masing-masing memiliki karakteristik yang khas (Langgeng Wahyu Santoso, Lutfi Mutaali, dan Widiyanto, 2012).
Perbedaan relief, struktur, dan proses lahan sangat menentukan sifat dan watak bentanglahan. Sifat dan watak bentanglahan selanjutnya menentukan sifat fisik, kimia tanah, potensi air permukaan, dan air tanah lahan tersebut. Sifat dan watak bentanglahan juga menentukan peruntukan suatu lahan (Widiyanto, 2013).
Sifat dan watak bentanglahan yang berbeda dan menentukan karakter dan peruntukan lahan yang berbeda juga. Hal yang menjadi suatu yang menarik untuk dikenali dan diamati. Pengenalan sifat dan watak bentanglahan melatarbelakangi kegiatan Pengenalan Bentang Lahan Jawa Bagian Tengah.
Zona pengenalan bentanglahan Jawa Bagian Tengah guna mempermudah pengamatan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) zona.  Zona-zona tersebut antara lain Zona Selatan, Zona Tengah, dan Zona Utara. Masing-masing bagian bentanglahan ini memiliki karakteristik yang kompleks, sehingga pendekatan geografi, yang mencakup aspek keruangan, ekologi dan kompleks wilayah dapat diterapkan secara komprehensif.  Kajian bentuklahan sebagai dasar analisis dan kerangka umum dalam kajian bentanglahan, pengelompokannya didasarkan pada asal proses utama,  meliputi bentukan asal proses volkanis, struktural, fluvial, solusional, denudasional, eolian, marin, organik, dan asal proses antropogenik.
Aspek bentang budaya Jawa Bagian Tengah memiliki karakteristik yang kompleks pula, yang dapat memberikan gambaran  bentang budaya Jawa secara lengkap, baik  bentang desa maupun kota, bentang pertanian, perikanan, hutan, industri, dan perdagangan, yang memiliki karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya yang spesifik.
 Kuliah Kerja Lapangan I dengan tema “Pengenalan Bentanglahan Jawa Bagian Tengah”  ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah  dalam pemahaman dasar bagi mahasiswa Fakultas Geografi pada tingkat awal untuk memahami fenomena geosfer dan hubungan antar komponen di dalamnya. Hal ini sangat diperlukan dalam kajian berbagai minat di Fakultas Geografi UGM, yaitu  minat Geografi Fisik dan Lingkungan, Geografi Manusia, Pembangunan Wilayah, serta Kartografi dan Penginderaan Jauh.

1.2. Tujuan dan Sasaran

1.2.1.   Tujuan

1.    Memperkenalkan fenomena bentanglahan (bentang alami dan bentang budaya)  kepada mahasiswa, baik secara teoritis maupun praktis.
2.    Menunjukkan kenampakan dan karakteristik berbagai komponen penyusun bentanglahan kepada mahasiswa.
3.    Menunjukkan hubungan saling ketergantungan antar komponen penyusun bentanglahan di lapangan. 

1.2.2.  Sasaran

1. Mahasiswa dapat mengenal, mengidentifikasi, dan mengukur, baik   parameter fisik maupun sosial ekonomi di lapangan, serta mamp mengenali wilayah secara holistik di lapangan.
2. Mahasiswa dapat menggunakan peta, foto udara dan citra penginderaan jauh, untuk mengidentifikasi fenomena bentanglahan.
3. Mahasiswa dapat menggunakan berbagai peralatan untuk interpretasi dan pengukuran di lapangan maupun di laboratorium.
4. Mahasiswa dapat memotret obyek secara profesional dan dapat membuat sketsa pada lokasi pengamatan.
5. Mahasiswa dapat mengetahui persamaan maupun perbedaan setiap fenomena geosfer dalam konteks keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar dan Pengertian Bentanglahan

Bentanglahan merupakan bentukan permukaan bumi sebagai hasil perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologis yang beroprasi di permukaan bumi (Suprapto, 1997)
Bentanglahan merupakan gambaran dari bentuklahan (landform). Bentuklahan merupakan kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit atau lembah sungai. Kombinasi dari kenampakan tersebut membentuk suatu bentanglahan, seperti daerah perbukitan yang bervariasi baik bentuk maupun ukurannya dengan aliran sungai di sela-selanya (Tuttle, 1975).
Bentanglahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomenanya yang mencakup: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983).
Bentanglahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistem-sistem yang dibentuk oleh interaksi dan interpendensi antara bentuklahan, batuan, bahan pelapukan batuan, tanah, air, udara, energi, dan manusia dengan segala aktivitasnya yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan (Surastopo, 1982).
Berdasarkan pengertian mengenai bentanglahan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 8 unsur penyusun bentanglahan, antara lain: udara, batuan, tanah, air, bentuklahan, flora, fauna, dan manusia dengan segala aktivitasnya. Kedelapan unsur penyusun bentanglahan tersebut merupakan faktor yang berperan dalam terbentuknya bentanglahan. Faktor-faktor tersebut terdiri atas: faktor geomorfik (G), litologik (L), edafik (E), klimatik (K), hidrologik (H), oseanik (O), biotik (B), dan faktor antropogenik (A).

Berdasarkan atas faktor pembentuknya, bentanglahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ls        =          f (G, L, E, K, H, O, B, A)
 Keterangan  : 
 Ls  (bentanglahan),     G  (geomorfik)
 L   (litologik),              E  (edafik)
 K  (klimatik),               H  (hidrologik)
 O  (oseanik),                B  (biotik)
 A  (antropogenik)

Menurut Tittle (1975), bentanglahan atau landskap merupakan kombinasi atau gabungan dari bentuklahan. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa unit yang sesuai dalam analisis tersebut adalah unit/ satuan bentuklahan. Sehingga dalam menganalisis dan mengklasifikasikan bentanglahan selalu didasarkan pada kerangka kerja dari bentuklahan (landform). Bentuklahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografi khas, akibat adanya pengaruh yang kuat dari proses alam dan struktur tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam terbentuknya bentuklahan antara lain: proses alam, material batuan, topografi, struktur geologis, ruang, dan waktu kronologis. Berdasarkan atas hal tersebut, maka faktor-faktor penentu dalam bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan sebagai:

Lf        =          f (T, P, S, M, K)

Keterangan      :
Lf        = Bentuklahan                         T          = Topografi
P          = Proses alam                          S          = Struktur geologi
M         = Material batuan                    K         = Ruang & waktu kronologis


Bentuklahan berdasarkan atas proses genesisnya, Verstappen (1983) mengklasifikasikan menjadi 10 macam, antara lain:
1.         Bentuklahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan pembentuk lahan yang terbentuk akibat aktivitas gunung api. Contoh : kerucut gunung api, kawah, dan kaldera.
2.         Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Contoh : pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah.
3.         Bentuklahan asal proses fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Contoh : dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, point bar, dan tanggul alam.
4.         Bentuklahan asal proses solusional (K), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, misalnya: batu gamping. Contoh : menara karst, kerucut karst, doline, uvala, polje, goa karst, ponor dan logva.
5.         Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi, seperti longsor dan erosi. Contoh : bukit sisa, lembah sungai, dan peneplain.
6.         Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh : gumuk pasir.
7.         Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang surut. Contoh : gisik pantai (beach), bara (split), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Kebanyakan sungai yang ada di permukaan bumi bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvial dan marine atau disebut proses fluvio-marine. Contohnya adalah delta dan estuari.
8.         Bentuklahan asal proses glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh : lembah menggantung dan morine. 
9.         Bentuklahan asal proses organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat organisme (flora dan fauna). Contoh : mangrove dan terumbu karang.
10.       Bentuklahan asal proses antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Contoh : waduk dan kota.
Terdapat dua macam lingkungan yang meliputi lingkungan alam, baik yang bersifat abiotik maupun biotik dan lingkungan sosial. Keadaan alam relatif statis sedangkan lingkungan sosial bersifat dinamis. Selain itu kedua unsur pokok tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling pengaruh mempengaruhi.
Bentang budaya adalah suatu kenampakan nyata hasil interaksi, adaptasi atau penyesuaian manusia terhadap lingkungan alam. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan lam tersebut mencerminkan tingkat penyesuaian dan penguasaan manusia terhadap lingkungan alam. Perwujudannya dapat dilihat pada bentuk bentang budaya. Selain memunculkan kenampakan budaya, hasil interaksi antara manusia dan alam, juga mengakibatkan munculnya gejala sosial, seperti: kemiskinan, mobilitas, jenis mata pencaharian, dan konsumsi. Dengan demikian, suatu bentang fisik yang dipengaruhi atau ada campurtangan manusia sudah sangat banyak dan kuat, maka bentang budayanya juga semakin kompleks.
Bentang budaya pada hakekatnya merupakan bentuk kenampakan (bentangan) dari suatu masyarakat dan lingkungan sosialnya. Pengertian masyarakat di dalamnya terkandung sekumpulan penduduk dengan seluruh karakteristik sosial, sedang lingkungan sosial dapat berupa faktor-faktor kebiasaan, tradisi, adat istiadat, hukum, kepercayaan, agama, dan ideologi.
Faktor pembentuk bentang budaya adalah : manusia dengan segala kebutuhannya serta lingkungan sosialnya.
(a).       Manusia, dari segi jumlah, kualitas, dan karakteristik yang melekat didalamnya. Jumlah manusia yang banyak dan padat, akan meningkatkan kebutuhannya, yang mengakibatkan hubungan dengan alam akan memberikan kenampakan khusus, misalnya manusia kota dan desa. Manusi dengan ciri dan kualitas yang tinggi dalam pendidikan, dan teknologi, akan dapat mengatasi kendala alam dan manjadi penyebab perubahan yang paling intensif dalam merubah bentang alam maupun kanampakan sosial, baik secara positif maupun negatif.
 (b).       Kebutuhan hidup sangat berpengaruh terhadap kenampakan budaya, bahkan menjadi salah satu penciri bentang budaya. Sebagai contoh, pada daerah tingkat kebutuhan dagang tinggi, akan menampakkan ruang perdagangan. Kebutuhan manusia pada hakekatnya ada 2, yaitu: kebutuhan materiil, seperti makanan, pakaian, rumah; dan kebutuhan immaterial, seperti pendidikan, berkelompok, kesehatan, agama, pengetahuan, dan lain-lain. Kebutuhan pertama lebih berhubungan dengan lingkungan alam, sedangkan kebutuhan kedua terkait dengan lingkungan sosial. Kebutuhan manusia juga dapat memberikan kenampakan ruang tersendiri, antara lain :
-           Wisma atau kebutuhan terhadap rumah dan perumahan , dapat dilihat dari bahan, bentuk, luas, arsitektur, penataan ruang, dan persebaran.
-           Karya atau kebutuhan mendapatkan kerja dengan mata pencaharian tertentu umumnya terkait dengan lingkungan alamsekitarnya. Penduduk di pantai umumnya nelayan, petambak, di dataran, umumnya bertani, di perkotaan bekerja di sektor industri dan bisnis. Berbagai jenis matapencaharian diantaranya pertanian, perikanan, peternakan, perkebuanan, kehutanan, pertambangan, industri, perdagangan, sektor publik, dan wiraswasta.
-           Marga adalah perwujudan keinginan dasar manusia untuk berinteraksi satu dengan lainnya dalam menjalankan aktivitasnya. Kenampakan spasialnya dapat dilihat dari jalan, kualitas jalan, kepadatan, lebar jalan, dan sarana transportasi.
-           Fasilitas sosial ekonomi, yang menunjang aktivitas manusia menjalankan kehidupannya baik yang sifatnya sosial maupun ekonomi, misalnya : fasilitas administrasi, perkantoran , pasar, keagamaan, kesehatan, pendidikan.
-           Taraf hidup, yaitu status sosial dan ekonomi, sangat mempengaruhi jenis dan tingkat kebutuhan manusia. Menurut pendapat Engel, semakin tinggi taraf hidup manusia atau pendapatan, semakin kecil kebutuhan primer dan semakin meningkat kebutuhan sekunder dan tersiernya. Taraf hidup seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik alam maupun manusia.

(c).       Lingkungan Sosial merupakan area yang melingkupi kehidupan manusia. Oleh karena itu sangat menentukan dan membentuk karakter bentang budayanya. Beberapa unsur tersebut antara lain berupa faktor-faktor kebiasaan, tradisi, adat istiadat, hukum, kepercayaan, agama, dan ideologi.
(d).      Lingkungan alam, yang menjadi dasar adan ajang kehidupan manusia sangat berpengaruh terhadap terbentuknya bentang budaya, sebagai bagian bentanglahan. Beberapa unsur alam yang berpengaruh antara lain unsur geomorfik, batuan, tanah, iklim, hidrologik, oseanik, dan biotik. Pendapat bahwa alam mempengaruhi manusia, contohnya manusia di pegunungan, dataran, dan pantai akan memiliki karakteristik kenampakan yang khusus dan berbeda, baik dalam permukiman, berpakaian, maupun pola relasi sosialnya.

Adapun bentang budaya dapat diklasifikasikan menjadi 3 pendekatan, yaitu :
 (a).     Pendekatan Lokasi ( Site and Situation)
Berdasarkan pendekatan lokasi atau letak, pada dasarnya bentang budaya dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: bentang desa dan bentang kota. Masing-masing memiliki kenampakan budaya, sosial, ekonomi, dan fisik yang berbeda. Berdasarkan tinjauan geografi, desa diartikan sebagai bentuk bentang budaya hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya, yang dicirikan oleh sifat agraris dan kehidupan yang sederhana, jumlah penduduk tidak besar. Bentang desa terdiri atas : permukiman penduduk, pekarangan, dan persawahan. Jaringan jalan belum begitu padat dan sara transportasi masih terbatas. Relasi antara manusia dengan lahan intensif, hal ini dicerminkan dari tingginya tingkat ketergantungan terhadap lahan.
Kota merupakan salah satu bentuk bentang budaya hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya, dengan gejala-gejala pemusatan penduduk, non agraris, strata sosial yang heterogen, dan materialistik. Bentang kota umumnya didominasi oleh permukiman penduduk, tempat bekerja, tempat hidup, dan rekreasi. Jaringan jalan padat dan sarana transportasi dan aksesibilitas baik.
 Kota merupakan elemen sentral di dalam organisasi tata ruang. Kota dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan wilayah-wilayah pinggirannya (Lutfi Muta’ali, 2011). Pengaruh tersebut dapat mempengaruhi pemanfaatan ruang dan karakteristiknya.
Krakteristik bentang desa dan kota juga dapat diamati dari komponen bentang budayanya, yaitu manusia, kebutuhan hidup, yaitu: wisma, karya, marga, fasilitas, taraf hidup, lingkungan alam dan  sosial. Berdasarkan penjelasan tersebut perbedaan umum karakteritik bentang kota dan bentang desa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel. Perbedaan Umum antara Bentang Desa dan Kota  
Ciri-ciri
Bentang Desa
Bentang Kota
Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Rendah
Tinggi
Mata Pencaharian
Agraris, homogen dan tidak terspesialisasi
Non agraris dan heterogen
Pemanfaatan ruang
Ruang terbuka
Ruang terbangun
Sarana dan Prasarana
Terbatas
Lengkap
Rumah dan Tempat kerja
Dekat
Berjauhan
Hubungan Sosial
Erat dan gotong royong
Kurang erat dan individual
Stratifikasi sosial
Sederhana dan sedikit
Kompleks dan banyak
Lembaga-lembaga
Terbatas dan sederhana
Banyak dan kompleks
Kontrol Sosial
Tradisional
Peraturan atau hukum
Status dan Mobilitas sosial
Stabil
Tidak stabil

            (b)        Pendekatan Kegiatan dan Pemanfaatan Ruang
Pengenalan bentang budaya juga dapat diamati secara kasat mata dari kegiatan-kegiatan yang berlangsung di permukaan bumi, khususnya pemanfaatan lahan dalam memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan pandangan ini, bentang budaya dapat dikelompokkan kedalam 7 tipe yaitu :
(1).       Bentang Permukiman, baik pada desa maupun pada kota dapat dikenali dari bentuk, pola distribusi, dan kepadatan. Bentang permukiman umumnya tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga tempat hidup, sehingga ia sering bersanding dengan bentang kegiatan lain, baik yang sifatnya sosial maupun ekonomi.
(2).       Bentang pertanian, adalah salah satu bentuk bentang budaya yang terbentuk hasil interaksi anatara manusia dengan lingkungan alam. Kegiatan pertanian merupakan kegiatan primer yang memanfaatkan dan mengolah kondisi alam. Secara umum bentang pertanian dapat dikelompokkan menjadi:
-           Pertanian lahan basah, dicirikan adanya ketersediaan air yang melimpah baik mata air maupun saluran irigasi, memungkinkan manusia memanfaatkan lahan lebih optimal. Bentang pertanian subur, produksi tinggi dimanfaatan untuk sawah.
-           Pertanian lahan kering, dicirikan oleh adanya keterbatasan ketersediaan sumberdaya air dalam pengolahan lahan. Bentang ini umumnya kurang subur, marginal, produktivitas rendah dan terdiri dari pemanfaatan sawah tadah hujan dan tanaman –tanaman holtikultural.
-           Perkebunan, dicirikan oleh penanaman jenis tanaman tertentu yang seragam, misalnya perkebunan karet, teh, kopi, dan kelapa sawit. Secara morfologi umumnya bentang perkebunan dapat berlokasi pada dataran, perbukitan maupun pegunungan, menyesuaikan dengan jenis tanamannya.
-           Perikanan dan kelautan, adalah bentuk bentang budaya hasil kreasi manusia dalam memanfaatkan pengaruh air dan laut. Perikanan darat dilakukan dengan air tawar. Perikanan laut digolongkan perikanan pantai, laut dangkal, dan laut dalam.
-           Peternakan, adalah bentuk bentang budaya dan pemanfaatan atau pembudidayaan manusia terhadap sumberdaya alam. Bentang peternakan di Indonesia dikelompokkan menjadi peternakan hewan besar, yaitu: sapi, kerbau, dan kuda; sedangkan peternakan hewan kecil, yaitu: kambing, kelinci, peternakan unggas, dan lebah.
-           Kehutanan, adalah kenampakan area permukaan bumi yang didominasi oleh tanaman kehutanan, baik yang bersifat alami maupun buatan, yaitu ditanam. Pada tipe hutan produksi intervensi manusia tampak dominan, sedangkan pada tipe hutan cagar alam, hutan lindung, hutan rekreasi lebih dipengaruhi oleh faktor alam.
(3).       Bentang pertambangan, adalah suatu bentuk kenampakan akibat pengolahan sumberdaya alam, yang berupa: bahan tambang yang dilakukan oleh manusia, baik secara terorganisasi maupun individual.
(4).       Bentang industri, adalah bentuk kenampakan dipermukaan bumi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dalam proses produksi yaitu pengolahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi. Secara umum bentang industri dapat dikenali dari bentuk dan pola. Bentang industri yang terkonsentrasi, seperti kawasan industri memiliki bentuk dan pola teratur, sedangkan pada bentang industri tunggal, industri kecil menengah, dan kerajinan umumnya polanya tersebar bercampur dengan aktivitas lainnya.
(5).       Bentang perdagangan, dapat muncul sebagai satu kawasan khusus, seperti kawasan perdagangan di perkotaan, namun umumnya tersebar mengikuti aktivitas-aktivitas lainnya, khususnya permukiman. Menurut karakteristiknya, bentang perdagangan formal umumnya teratur, sedangkan bentang perdagangan informasi cenderung tidak teratur dengan lokasi yang tersebar.
(6).       Bentang perkantoran dan jasa, memiliki karakteristik yang sama dengan bentang perdagangan, dapat muncul sebagai satu kawasan khusus maupun tersebar mengikuti kegiatan lainnya. Bentang perdagangan, jasa, dan perkantoran adalah karakteristik bentang dominan di daerah perkotaan.
 (7).       Bentang pariwisata, kunci pengenalannya tergantung dari tipe wisata yang ada. Pada wisata alam, kondisi alam menjadi  faktor kunci pengembangan, yang berupa: gunung, pantai, goa, dan laut, sedangkan pada wisata budaya, aspek kultural menjadi daya tarik. Selain dua tipe wisata tersebut, di perkotaan juga telah jauh berkembang wisata hasil rekayasa teknologi, seperti dunia fantasi dan sea worlh, bahkan sekarang tempat-tempat belanjadan keramaian serat keunikan yang diciptakan juga menjadi objek wisata.
Kenyataannya bentang kegiatan tersebut dapat berbentuk tunggal, namun lebih sering dijumpai adalah bentang kompleks, artinya satu bentang kegiatan bersama-sama berlokasi dalam satu area dengan bentang kegiatan yang lain. Masing-masing bentang budaya tersebut memiliki karakteristik demografi, sosial, ekonomi, dan budaya serta politis spesifik, termasuk relasi-relasi yang terjadi didalamnya. Untuk beberapa kasus masing-masing bentang kegiatan dapat menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan-perbedaan tertentu.
Proses terbentuknya bentanglahan, baik bentang alami maupun bentang budaya, dapat diterangkan berdasarkan tiga komponen, yaitu:
-          Komponen lingkungan alam merupakan dasar, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatannya. Komponen ini dapat berbentuk abiotik, yaitu permukaan bumi dan seluruh isi dan komponennya, juga dapat berbentuk biotik. Komponen ini mempengaruhi dan memberikan kemungkinan pilihan-pilihan hidup bagi manusia. Sebagai contoh lingkungan alam pegunungan akan memberikan pola interaksi dan interelasi yang berbeda dengan lingkungan alam pantai, sehingga kenampakan bentang alam dan bentang budaya diatasnya juga akan berbeda.
-          Komponen lingkungan sosial, berada diatas lingkungan alam, berisi manusia dan seluruh aktivitasnya, baik yang bersifat sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Komponen ini bersifat dinamis, karena  itu sering disebut juga faktor perubah atau modifier.
-          Komponen ideologi merupakan faktor kunci yang paling tinggi mempengaruhi aktivitas manusia dalam lingkungan alam. Komponen ini berada pada tingkatan akal dan hati aqtau sering disebut juga dengan cipta, rasa, dan karsa manusia. Analisis dapat dilakukan dengan melihat unsur agama, ideologi, kepercayaan, tradisi, pengetahuan, teknologi.

2.2       Zonasi Fisiografi Jawa Bagian Tengah

Bommelen (1970) membagi pulau Jawa menjadi 3 zona bagian, yaitu bagian barat, bagian timur, dan bagian tengah, yang masing-masing mendekati pembagian secara administratif, meliputi propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, dan propinsi Jawa Timur. Menurut Pannekoeck (1949) membedakan fisiografi Jawa menjadi 3 zona, meliputi zona selatan, zona tengah, dan zona utara. Zona selatan merupakan plato yang sebagian besar mengalami penenggelaman, mulai dari Parangtritis hingga Cilacap, kecuali Karang Bolong, Srandil, dan Selok serta Nusa Kambangan. Pada kajian kali ini pengertian Jawa bagian Tengah menggunakan pembagian fisiografi menurut Bommelen (1970), sedangkan zone selatan, tengah dan utara menunjukkan pembagian zone menurut Pankoeck (1949).

2.2.1    Fisiografi Zona Selatan Jawa Bagian Tengah

Zona selatan mempunyai berbagai jenis bentuk lahan, diantaranya adalah bentuklahan asal struktural, denudasional, solusional, antropogenik, eolin dan marine. Karakteristik dari zona ini adalah adanya plato karst yang luas. Secara umum zona selatan memiliki iklim tropis, lebih panas kurang hujan. Secara geologi zona selatan terdiri dari batuan sedimen berumur pretesier, eosin, miosin, dan pliosen. Jenis batuannya adalah breksi dan batuan pasir andesitis. Formasi yang terdapat pada batuan ini antara lain meliputi formasi Kebo, Butak, Semilir, Nglanggran, Sambipitu, Wonosari, dan Oya. Pada lokasi tersebut juga terdapat Panggung Masif. Banyak formasi geologis yang relatif tua tersingkap di zone selatan ini, terutama dari masa Meiosin. Keadaan tanah pada wilayah ini berkaitan dengan proses geomorfologi terutama marine dan volkanik. Proses vulkanik yang terjadi pada sekitar masa oligosen atau awal terbentuknya pulau jawa karena adanya Gunung Api purba, Sisa dari gunung api ini dapat terlihat di pantai sekitar Wedi Ombo.  Jenis tanah pada zone selatan jawa bagian Tengah adalah Regosol dan Kambisol dari bahan induk material Gunungapi Merapi yang berupa bahan piroklastis dan endapan lahar, Latosol – Litosol dari batuan induk batu pasir breksi dan aliran lava, Mediteran (Terrarossa) dari batu gamping perbukitan karst, Grumosol dari batuan gamping napalan dan napal.
Pada zona ini terdapat bentanglahan pantai yang terbentang dari Yogyakarta sampai Jawa Tengah, mulai dari kabupaten Gunung Kidul sampai Cilacap. Perbukitan di wilayah Wedi Ombo kabupaten Gunung Kidul, berbatuan gamping di bagian atas dan dialasi oleh batuan volkanis tersier, berupa breksi dan aliran lava yang muncul dari tepi laut. Salah satu ciri khas dari pantai parangtritis adlah bentukan gumuk pasir dengan ketinggian yang mencapai 5 sampai 15 meter, yang merupakan gumuk pasir yang paling ideal di pulau Jawa ini. Terbentuknya gumuk pasir yang cukup tinggi tersebut tidak lepas dari keberadaan gunung Sewu bi sebelah timur parangtritis, dan pasokan pasir dari Merapi. Dengan adanya Gunung Sewu tersebut dapat digunakan sebagai barrier bertabraknya angin tenggara dengan pegunungan Sewu dan membelok ke arah barat menuju Samas, Glagah dan Cogot dengan kekuatan angin yang lebih kencang. Dengan demikian semakin dekat dengan parangtritis maka kenampakan gumuk pasir akan terlihat semakin tinggi. Pegunungan sewu merupakan bagian dari Plato selatan yang berbatasan dengan Samudera Hindia, yang tersusun atas batuan gamping dan membentuk topografi karst lewat proses solusional. Keberadaan gumuk pasir mulai terganggu dengan adanya aktivitas penambangan pasir di daerah pantai dan bangunan-bangunan di sekitar pantai yang menghambat pembentukan gumuk pasir. Beting gisik tua pada umumnya sudah menjadi pemukiman penduduk, sedang ledok antar beting gisik sebagian besar sudah digunakan untuk sawah atau tegalan.
Pada plato selatan jawa yang tidak ikut tenggelam antara lain: karang Bolong, Srandil dan Selok. Perbukitan srandil berada pada beting gisik yang banyak mengandung pasir besi; dan pernah dilakukan penambangan pasir besi sampai Cilacap. Pada lereng perbukitan tersebut masih terdapat bekas abrasi meskipun letaknya masih cukup jauh dari laut. Hal ini menandakan bahwa garis pantai masa lampau mencapai kawasan tersebut. Perbukitan karang bolong berbatuan gamping di bagian ats dan bagian bawah berbatuan breksi volkanis. Di sebelah baratnya terdapat dataran alluvial pantai, beting gisik, dan ledokan antar beting gisik yang digunakan untuk lahan pertanian.



2.2.2    Fisiografi Zona Tengah Jawa Bagian Tengah

Pulau Jawa bagian tengah lebih sempit dibandingkan dengan bagian barat dan bagian timur Jawa, dengan lebar antara 100-120 km. Dataran pantai utara Jawa Tengah dengan lebar maksimum 40 km di Brebes, dan semakin sempit di Tegal dan Pekalongan, kurang lebih 20 km; sedangkan di sebelah timur Pekalongan wilayah perbukitan menjorok ke laut, sehingga dataran pantai hampir tidak ada. Antara Waleri dan Kaliwungu terbentuk dataran aluvial Bodri yang cukup subur. Morfologi bagian tengah Jawa Tengah, terbentuk oleh pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Serayu Utara, sedangkan di wilayah timur terbentuk oleh Kompleks Gunungapi Dieng dan Ungaran. Bagian tengah Jawa Tengah terdapat Gunungapi Sumbing, Sundoro, Merbabu, Merapi, dan Gunungapi Lawu. Perbukitan Rembang berada di sebelah timur Semarang, sedangkan Pegunungan Kendeng berada di sebelah selatan Perbukitan Rembang. Pegunungan Serayu Utara menghubungkan Perbukitan Bogor dengan Pegunungan Kendeng, sedangkan Pegunungan Serayu Selatan sebagai kelanjutan jalur Perbukitan Bandung yang dipisahkan oleh depresi Jatilawang.
Pegunungan Serayu Utara dengan lebar 30-40 km, di bagian barat terdapat Gunungapi Slamet (3.428 meter), di bagian timur tertutup endapan Gunungapi Rogojembangan (2.177 meter), Kompleks Dieng dengan puncak tertinggi Gunungapi Prahu (2.565 meter), dan Gunungapi Ungaran (2.050 meter). Antara Pegunungan Serayu Utara dengan Pegunungan Serayu Selatan terdapat Lembah Serayu, yang ditempati oleh Kota Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, dan Wonosobo. Lembah Serayu antara Purwokerto hingga Banjarnegara mempunyai lebar rerata 15 Km, dan ke hulu semakin meluas. Di sebelah timur Wonosobo Lembah Serayu terisi oleh material Gunungapi Sundoro (3.155 meter), dan Sumbing (3.375 meter). Pegunungan Serayu Selatan  bagian barat muncul sebagai kelanjutan Perbukitan Bandung, yang dipisahkan oleh Depresi Bandung, sedangkan denmgan jalur Perbukitan Bogor dipisahkan oleh Dataran Majenang, Cihaur, dan Pasir. Di Banyumas Pegunungan Serayu Selatan dengan lebar 30 Km, terpotong oleh Kali Serayu. Di bagian timur, Pegunungan Serayu Selatan berbatasan dengan Dome Kulon Progo
Dome Kulonprogo terdapat di bagian timur Pegunungan Serayu Selatan. Dome Kulonprogo bagian utara bertemu dengan Perbukitan Jonggrang dan Perbukitan Menoreh hingga kaki Gunung Telomoyo, Sundoro, Merapi, dan Merbabu. Kali Progo yang mengalir di daerah gunung api sangat kaya mengangkut material batu dan pasir yang diendapkan di sepanjang aliran sungai. Dari material inilah nantinya akan menjadi bentukan gumuk pasir setelah melalui beberapa proses.
Bagian timur Jawa Tengah terdapat Gunung Api Merapi, Merbabu dan Lawu yang mengelilingi Kubah Sangiran. Kubah Sangiran merupakan sedimen berumur tersier dalam bentuk batu lempung yang tertutup oleh batuan volkanis yang berasal dari Gunung Lawu. Kondisi lapisan lempungnya yang masih lembek dan mendapat tekanan lapisan di atasnya, akan membentuk lapisan diapiris dengan struktur kubah. Akan tetapi karena mengalami erosi yang besar maka kubah itu berubah menjadi sebuah cekungan. Jutaan tahun yang lalu Kubah Sangiran merupakan lingkungan laut yang dibuktikan dengan adanya jebakan-jebakan air asin di dalan tanah dan penemuan fosil-fosil binatang laut seperti kerang, hiu, dan lain sebagainya.
Lembah Lusi terletak di antara Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Rembang yang terletak di sebelah utara Kubah Sangiran. Pegunungan Kendeng dengan batuan gamping di bagian barat, sedangkan di bagian timurnya berupa batuan gmping napalan. Lembah Lusi dulunya berup perairan laut yang secara bertahap berubah menjadi rawa dan akhirnya tertutup oleh sedimen. Di daerah ini terdapat gas metan di Mrapen yang dikenal dengan api abadi, serta di daerah Jono yang ditemukan air tanah asin dalam jumlah yang banyak serta dimanfaatkan penduduk sekitar untuk membuat garam bleng.Bekas abrasi pada sisi Perbukitan Rembang bagian utara di sebelah timur Sukolilo dan adanya teras marin di Perbukitan Rembang di wilayah Blora, membuktikan bahwa Lereng Perbukitan Rembang bagian utara merupakan bekas Pantai Jawa purba. Gunungapi Muria yang semula terpisah dengan Pulau Jawa oleh perairan laut, masih meninggalkan bekas abrasi, yaitu di bagian utara Perbukitan Rembang masih banyak ditemukan teras marin.
  
2.2.3    Fisiografi Zona Utara Jawa Bagian Tengah
Kondisi Pantai Utara Jawa Tengah antara Semarang hingga Lasem sangat dipengaruhi oleh dinamika air laut dan batuan yang berasal dari Perbukitan Rembang, Pegunungan Kendeng, Gunungapi Muria, dan Gunungapi Lasem, selain juga dari aktivitas Gunungapi Muria dan Gunungapi Lasem pada masa lampau. Demikian juga kondisi Pantai Utara Jawa Tengah antara Semarang hingga Brebes. Seperti perairan laut di sebelah timur hingga Lasem, perairan laut antara Semarang hingga Brebes juga dangkal, sebagai akibat sedimentasi yang berasal dari Gunungapi Ungaran, Dieng, Gunungapi Slamet, serta dari Pegunungan Serayu Utara.
Menurut Koppen zone utara , secara umum bertipe Am dengan ciri musim yang kering dan pendek, curah hujan terkering 60 mm. Menurut Schmidt – Fergusson termasuk dalam tipe C. Zone utara ini terdiri dari batuan yang sedimen berumur eosen, miosen, pleosen dan Pleistosen awal yang tersusun ats tiga macam napal antara lain: napalan, pasir napalan, dan kapur napalan. Bahan alluvial berumur Pleistosen tersusun atas bahan erupsi, lahar, lava bersifat basaltis.
Pantai Rembang terletak pada Teluk Rembang, bagian barat terbentuk oleh Pantai Timur Gunungapi Muria dan bagian timur terbentuk oleh oleh Pantai Barat Gunungapi Lasem. Sungai utama yang bermuara di Teluk Rembang adalah Kali Juwana, yang mengalir dari Lembah Lus \, terletak antara Perbukitan Rembang dengan Pegunungan Kendeng. Batuan pada pegunungan tersebut adalah batu gamping atau napal. Oleh karena itu sedimen yang masuk ke Teluk Rembang sangat halus. Akibat kondisi perairan yang dangkal serta lumpur yang sangat luas, yang sebagian ditumbuhi mangrove dan sebagian digunakan untuk tambak udang, bandeng, dan garam. Pantai Rembang bagian timur tertutup endapan pasir kwarsa yang berasal dari perbukitan di sekitar Gunungapi Lasem.
Gunungapi Muria semula merupakan gunungapi yang muncul pada perairan laut dangkal, yang kemudian bagian selatan terjadi sedimentasi intensif sehingga membentuk dataran. Sedimen berasal dari Gunungapi Muria, Perbukitan Rembang, Pegunungan Kendeng, maupun yang terangkut oleh arus sepanjang pantai. Sedimen di Pantai Jepara sebagian besar berasal dari Gunungapi Muria, yang terangkut oleh sungai-sungai kecil berupa pasir, lempung, dan geluh. Pada Musim Barat, terjadi pengangkutan sedimen yang berasal dari Muara Kali Wulan di Perairan Pantai Demak yang mengalir dari Lembah Randublatung, sehingga Panta Jepara terbentuk rataan lumpur walaupun relatif sempit. Rataan lumpur ini sebagian besar digunakan untuk tambak, namun sekarang pada beberapa lokasi sudah beralih fungsi menjadi permukiman. Sebagian besar sedimen Pantai Timur Gunungapi Muria hingga Pantai Rembang berasal dari Perbukitan Rembang dan Pegunungan Kendeng yang terangkut oleh Kali Juwana, membentuk rataan lumpur. Rataan lumpur tersebut dimanfaatkan untuk tambak bandeng, udang dan garam. Berbeda dengan pantai barat dan pantai timur Gunungapi Muria, pantai utara merupakan pantai berbatu dengan abrasi intensif dan tidak terbentuk rataan lumpur.
Pantai Demak sebagian besar merupakan rataan lumpur yang sangat luas, sebagai hasil proses sedimentasi yang diangkut oleh Kali Wulan, yang berasal dari lembah Randublatung. Besarnya sedimen yang diangkut dan diendapkan pada perairan laut yang dangkal dan relatif tenang menyebabkan cepatnya akresi. Selain pertambahan garis pantai, pembentukan delata di Pantai Demak sangat cepat, terutama pada Delta Wulan. Rataan lumpur ini sebagian telah dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan tambak bandeng, udang, garam, lahan pertanian, dan sebagian lagi masih ditumbuhi mangrove.
Pantai Semarang terletak di Teluk Semarang, yang dibentuk oleh sisi barat Gunungapi Muria dan Pantai Kendal. Sungai yang bermuara di Teluk Semarang adlah Kali Garang, Kali Banjir Kanal Barat, dan Banjir Kanal Timur. Sedimentasi relatif cepat, ditunjukkan oleh adanya rataan lumpur yang cukup luas yang pernah dimanfaatkan untuk tambak, walaupun sekarang sebagian tambak sudah mati yang kemungkinan akibat pencemaran limbah yang berasal dari rumah tangga, industri, bengkel, pelabuhan, dan limbah pasar. Bekas tambak ini sebagian telah dilakukan reklamasi dan dialihfungsikan sebagao kawasan permukiman dan fasilitas umum.

 BAB III
METODE

3.1       Metode Survei dan Pelaporan

3.1.1    Metode Survei
KKL 1 ini dilaksanakan dengan beberapa metode pembelajaran, antara lain:
(a)        Kuliah tatap muka, dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan awal kepada mahasiswa mengenai kondisi yang akan dijumpai di lapangan. Selain itu, juga dilakukan diskusi kelompok untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa mengenai materi yang telah diberikan.
(b)        Visualisasi bentanglahan, dilakukan dengan menggunakan presentasi audio- visual atau multimedia.
(c)        Pengamatan secara langsung di lapangan, dengan mengikuti jalur yang telah ditentukan dengan identifikasi dan pengukuran terhadap fenomena geosfer yang dijumpai.
(d)        Diskusi aktif, dilakukan dalam menganalisis hal yang dijumpai di lapangan untuk menambah tingkat pemahaman mahasiswa.

3.1.2    Metode Pelaporan
Penulisan laporan menggunakan beberapa tahapan, yaitu :
(a)        Checklist Lapangan, kegiatan ini merupakan penulisan kunci-kunci pokok yang terdapat pada suatu kawasan denga mengacu pada pendekatan bentanglahan baik dari aspek fisik maupun aspek budaya.
(b)                    Buku catatan, kegiatan ini dilakukan untuk menuliskan hal-hal penting yang terdapat dari suatu kawasan yang sifatnya diluar daftar checklist.
(c)        Referensi sumber lain, untuk melengkapi laporan digunakan referensi dari sumber lain yang sekiranya dapat memperluas cakupan bahasan.
(d)       Penulisan laporan, dilakukan untuk melatih mahasiswa dalam menyajikan hasil pengamatan di lapangan dan mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa kemudian menganalisisnya secara ilmiah, lengkap, dan sistematis agar dapat dimengerti oleh pembacanya.
     
Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan mahasiswa terhadap materi yang telah disampaikan, dilakukan beberapa evaluasi, yang meliputi :
(a)                    Test tertulis yang dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah      kegiatan   di  lapangan.
(b)       Test lisan dan tertulis pada saat di lapangan. Test lisan khususnya dilakukan dengan metode tanya jawab.
(c)        Evaluasi keaktifan dan hasil pencataan yang dilakukan mahasiswa selama di lapangan.
(d)       Evaluasi hasil penyusunan Laporan Kuliah Kerja Lapangan I.

3.2       Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan selama kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 1 antara lain:
(a)        Peta kerja berupa : Peta Rupa Bumi (RBI) atau Peta Topografi, dan Peta Geologi.
(b)        Foto Udara atau Citra penginderaan Jauh.
(c)        Peralatan survei, seperti: kompas geologi, palu geologi, GPS, kamera, dan daftar isian.
(d)       Alat tulis
(e)        Buku catatan serta perlengkapan lainnya

3.3       Materi Kajian dan Wilayah Pengamatan

3.3.1. Materi Kajian

Secara umum lingkup materi kajian meliputi seluruh fenomena geosfer, yaitu: komponen atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer, pedosfer, dan antroposfer. Secara khusus dapat dirumuskan sebagai berikut ini.
(a)  Materi tentang pengenalan obyek kajian (fenomena geosfer) melalui pengamatan.
(b)  Pengenalan dan identifikasi karakteristik dan komponen penyusun bentang alami (biogeofisik), baik morfologi, stuktur dan proses; serta komponen fisik lahan lainnya, yaitu: batuan, tanah, air, iklim, oseanografi, dan komponen biotik.
(c)   Pengenalan dan identifikasi karakteristik dan komponen penyusun bentang budaya, yaitui: tipe daerah dan aktivitas manusia, serta aspek-aspek demografis, sosial, ekonomi, dan budaya; dan pemahaman tiga pendekatan dalam mengkaji bentanglahan, yaitu: keruangan, lingkungan, dan kompleks wilayah, untuk memahami hubungan keterkaitan antar komponen penyusun bentanglahan.

3.3.2. Wilayah Pengamatan

Lingkup wilayah kajian meliputi wilayah atau zona selatan, tengah dan utara, menurut pembagian Panekoeck (1949), atau Jawa Bagian Tengah menurut Bemmelen (1970). Secara administratif meliputi: Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Wilayah kabupaten atau kota yang dijadikan jalur pengamatan, meliputi: GunungKidul, Klaten, Solo,  Sangiran, Purwodadi, Kuwu, Semarang, Demak, Bandungan, RawaPening, Magelang. Masing-masing wilayah yang dijadikan objek pengamatan memiliki kenampakan bentanglahan yang bervariasi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Bentanglahan Zona Selatan Jawa Tengah

            4.1.1. Bentanglahan Asal Proses Solusional
                        A. Pengertian Bentanglahan Asal Proses Solusional
                 Bentuklahan asal proses solusional adalah bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti gamping. Genesis bentanglahan solusional terbentuk betuan mudah larut dan membentuk lubang-lubang. Bentanglahan asal proses solusional terbentuk didukung dengan adanya batuan mudah larut, hujan dan suhu yang tinggi, serta vegetasi yang lebat.
                 Bentuklahan yang terjadi pada proses solusional antara lain dolin, uvala, polje, menara karst, kubah karst, dan goa. Topografi karst terbentuk karena adanya pengendapan gamping di dasar laut, kemudian terangkat dan karena adanya curah hujan tinggi terlarutkan membentuk bukit-bukit maupun cekungan.
                       
                        B. Bentanglahan Karst Bedoyo
                                    Kordinat                      : 49L 0470003 mT 9114746 mU
                                               
                 Bentang lahan solusional dimiliki oleh kompleks Gunung sewu yang merupakan bentuklahan karst. Bentuklahan asal proses solusional merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.
                 Karst Bedoyo memiliki relief perbukitan dengan struktur horizontal. Batuan penyusunnya adalah gamping. Karst Bedoyo awalnya merupakan dataran, kemudian karena adanya diaklas,  material yang mudah larut, dan curah hujan tinggi, teejadi proses pelarutan. Kawasan Karst Bedoyo ini memiliki keunikan, yaitu tidak adanya sungai permukaan dan adanya aliran sungai bawah tanah.

                 Flora yang ada di kawasan ini antara lain tanaman pertanian seperti singkong, kacang, dan jagung. Pesebaran lahan pertanian banyak di dekat lembah, karena potensi air yang ada disana lebih tinggi dibanding daerah di sekitarnya. Saat musim kemarau, disekitar daerah ini umumnya mengalami kekeringan, sehingga banyak masyarakat yang melakukan diversifikasi. Selain bekerja di bidang pertanian, masyarakat sekitar juga banyak yang bekerja sebagai penambang batu kapur.
                 Fenomena dan masalah yang terjadi di kawasan Karst Bedoyo ini antara lain yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial juga masalah kesehatan. Masalah lingkungan fisik yang dialami di kawasan ini yaitu kekeringan pada musim kemarau, yaitu tiga hingga empat bulan. Masalah sosial yang terjadi antara  lain permasalahan penambangan batu yang dilakukan oleh masyarakat yang memberikan dampak negatif untuk keseimbangan lingkungan, namun disisi lain menjadi mata pencarian dan sumber pendapatan masyarakat. Masalah kesehatan yang sering terjadi di daerah ini yaitu penyakit batu ginjal yang dialami masyarakat. Gangguan kesehatan ini disebabkan oleh pengaruh material batuan penyusun daerah ini, yaitu batu gampng. Batuan gamping memiliki kandungan karbonat yang mudah mengendap di air, dan jika dikonsumsi secara kontinue mengakibatkan penyakit batu ginjal.

            4.1.2. Bentanglahan Asal Proses Struktural Patahan
                        A. Pengertian Bentanglahan Asal Proses Struktural Patahan
                 Bentuklahan asal proses struktul patahan di disebabkan oleh adanya tenaga endogen. Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan adanya tekanan pada lempeng atau kerak bumi. Akibat adanya tekanan pada kerak bumi tersebut menimbulkan adanya lipatan atau patahan. Patahan terjadi apabila tenaga endogen tersebut melebihi besarnya daya tahan material tersebut.
                  Bentuk-bentuk dasar patahan antara lain patahan normal, patahan membalik, patahan tegak, patahan tangga, dan patahan horizontal. Patahan normal terjadi apabila ada gaya tarikan horizontal yang saling menjauhi dan mengakibatkan hanging wall bergerak kebawah relatif terhadap foot wall. Patahan membalik terjadi apabila ada gaya tekan horizontal yang saling mendekati dan mengakibatkan hanging wall bekerja keatas terhadp foot wall. Patahan tegak terjadi apabila bidang patahan tegak lurus dengan bidang horizontal. Patahan tangga terjadi apabila posisi blok batuan menyerupai tangga. Patahan horizontal terjadi apabila blok batuan bergerak secara mendatar tanpa disertai gerak vertikal dari masing-masing batuan.

B. Bentanglahan Perbukitan Baturagung
                                    Kordinat                      : 49M 0442831 mT 9135652  mU
                                    Titik Pengamatan        : Piyungan-Prambanan
                                               
Bentanglahan asal proses struktural patahan dapat terlihat di Perbukitan Baturagung yang diamati di titik jalan Piyungan-Prambanan. Bentuklahan struktural adalah bentuklahan yang disebabkan oleh adanya tenaga endogen yaitu tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan adanya tekanan pada lempeng/kerak bumi. Akibat adanya tekanan pada kerak bumi tersebut akan menimbulkan adanya lipatan atau patahan. Patahan terjadi karena tenaga endogen tersebut melebihi besarnya daya tahan material. 
Material yang menyusun yaitu material vulkanik yang bersifat tidak elastis. Material tersebut antara lain batuan breksi vulkanik. Patahan- yang terjadi di Perbukitan Baturagung menyebabkan adanya rekahan. Rekahan-rekahan tersebut mendorong terbentuknya fracture spring, yaitu mata air yang muncul di rekahan.  Pola aliran air yaitu regtangulardengan sifat alirannya intermiten dan epimeral.
Fenomena dan masalah yang terjadi di sekitar Perbukitan Baturagung yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial. Masalah lingkungan fisik yang dialami yaitu kekeringan pada musim kemarau, pencemaran sungai, dan kekurangan air. Masalah sosial yang terjadi seperti permasalahan alih fungsi lahan menyebabkan banyak penduduk yang beralih bekerja di bidang non pertanian. Generasi penerus yang bekerja di sektor pertanian semakin berkurang. Hal ini dapat mempengaruhi ketahanan pangan. s bekerja di sektor pertanian semakin berkurang. Hal ini dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Solusi yang dapat dilakuakan antara lain peraturan penekanan alih fungsi lahan.

4.1.3. Bentanglahan Basin Wonosari
                        A.        Pengertian Basin Wonosari
Basin merupakan istilah dari sebuah cekungan. Kondisi topografi basin Wonosari seperti piring. Basin ini dikelilingi oleh perbukitan. Bentuklahan yang mendominasi di daerah ini antara lain perbukitan karst disebelah selatan, basin di bagian tengah, dan perbukitan struktural dibagian utara.
 Perbukitan di karst disebelah selatan dahulu mengalami pengangkatan sehingga membentuk topografi yang lebih tinggi daripada sekitarnya. Perbukitan di sebelah utara juga mengalami pengangkatan sehingga basin mempunyai relief yang cekung. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah ini adalah terjadinya kembang kerut tanah yang besar saat musim kemarau tiba. Tidak hanya itu, di sebelah utara yang merupakan perbatasan atau peralihan antara perbukitan struktural Baturagung dan ledok Wonosari berpotensi terjadi longsor.
                        B.        Basin Wonosari, Gunungkidul
     Koordinat                  : 49 M 0451193 mT 9124898 mU
     Titik Pengamatan      : Lapangan Gading
                          
           Gunungkidul merupakan sebuah kabupaten yang mempunyai tiga zona, yang meliputi zona utara , selatan, dan tengah. Zona utara merupakan bagian dari pegunungan Baturagung, zona selatan merupaka daerah yang didominasi oleh karst, sedangkan zona tengah merupakan sebuah cekungan yang disebut sebagai basin Wonosari. Basin Wonosari terbentuk karena letaknya yang berada diantara dua topografi yang berbeda, yaitu topografi di sebelah selatan yang terbentuk karena adanya pengangkatan dasar laut sehingga terbentuk topografi karst dan topografi bagian utara yang berupa proses struktural berupa patahan yang merupakan pegunungan Baturagung. Basin Wonosari terdiri atas dua formasi yaitu Formasi Oyo dan Formasi Wonosari disebabkan karena adanya proses subduksi. Material pembentuk basin Wonosari berasal dari sedimentasi materi dari karst dan pegunungan Baturagung yang mengalami erosi dan gerak masa batuan.

            Tanah yang terdapat di basin Wonosari merupakan tanah regosol dan terrasol yang bertekstur kasar. Air permukaan mempunyai debit yang lambat dan mempunyai potensi air tanah yang tinggi. Di daerah ini dapat dijumpai cukup banyak pohon jati, sengon, dan jagung. Di daerah ini juga banyak dijumpai  hewan ternak. Akan tetapi masih banyak terdapat lahan kosong yang cenderung kurang termanfaatkan. Daerah ini rawan mengalami gerak masa batuan yang dapat membahayakan.
           Basin Wonosari termasuk dalam kawasan pinggiran yang didominsai oleh kegiatan perdagangan dan jasa. Disepanjang jalan dapat ditemukan pasar, perkantoran, pertokoan, dan permukiman. Pola permukimannya yaitu linier, yaitu memanjang searah jalan. Penduduk di daerah ini merupakan 19% dari penduduk provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.  Akan tetapi ada beberapa penduduk yang bermigrasi ke luar kota seperti Jakarta, Solo, dan Yogyakarta untuk bekerja.
Fenomena dan masalah yang terjadi di sekitar kawasan Perbukitan Baturagung antara lain yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial. Masalah lingkungan fisik yang dialami di kawasan ini yaitu kekeringan pada musim kemarau. Kekeringan pada musim kemarau menyebabkan masyarakat banyak yang mengalami kekurangan air, terutama air bersih. Masalah sosial yang terjadi antara  lain permasalahan perkembangan wilayah ini yang semakin meningkat, menyebabkan potensi kekurangan air semakin meningkat. Migrasi masyarakat ke kota juga menjadi masalah komposisi penduduk untuk daerah ini. Komposisi penduduk usia produktif di daerah ini lebih sedikit di bandingkan usia produktifnya.

4.2.      Bentanglahan Transisi Zona Selatan dan Tengah Jawa Tengah
                                               
                        A. Pengertian Transisi Zona Selatan dan Tengah Jawa Tengah

Zona transisi selatan dan tengah Jawa Tengah ditandai dengan adanya intrusi diorit. Intrusi diorit ini merupakan hasil proses struktural dan vulkanis. Zona peralihan ini, karakteristik yang ada merupakan campuran dari dua bentuklahan tersebut, sehingga banyak dijumpai sebaran batu volkanis dan rombakannya. Perubahan morfologi yang kontras dari perbukitan curam dan dataran alluvial di bawahnya juga menjadi bukti bahwa di daerah ini dulunya juga merupakan daerah patahan.


B. Bentanglahan Cawas Klaten
            Koordinat                    : 49 M 0467540 mT 9139442 mU

Dataran Aluvial Cawas Klaten merupakan daerah yang subur. Di daerah ini terbentang sawah yang subur dan merupakan daerah lumbung padi.  Aliran permukaan untuk sarana irigasi cukup memadai. Daerah ini dahulu merupakan rawa yang mengalami proses pengangkatan. Sehingga kualitas air di daerah ini sifatnya asam. Daerah ini merupakan zona transisi yang memiliki air tanah juga mengandung zat Fe dan karbonat. Pola aliran air di daerah ini yaitu radial.
Dataran Aluvial Cawas Klaten merupakan kawasan budidaya. Mayoritas penduduk bekerja di sektor primer, yaitu pertanian lahan basah. Sistem irigasi yang baik mendukung kegiatan pertanian di daerah ini. Masalah sosial yang terjadi didaerah ini salah satunya semakin berkurangnya generasi penerus pertanian. Daerah ini banyak penduduk usia produktif (penduduk muda) yang bermigrasi ke kota untuk mencari pendidikan tinggi atau pekerjaan, dan sebagian besar tidak kembali untuk tinggal di daerah ini.

4.3.      Bentanglahan Zona Tengah JawaTengah

            4.3.1.   Bentanglahan Asal Proses Vulkanik
                        A.        Pengertian Bentanglahan Asal Proses Vulkanik
Bentanglahan asal vulkanik adalah bentanglahan yang terdiri atas sekelompok besar bentuklahan yang dalam pembentukannya berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik. Aktivitas vulkanik adalah berbagai fenomena yang berhubungan dengan gerakan magma dari dalam bumi naik ke permukaan bumi. Aktivitas vulkanik ini cenderung menghasilkan suatu bentukan yang bersifat positif yang ditandai dengan adanya bagian permukaan bumi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian lain yang berada di sekitarnya. Bentukan tersebut kemudian lebih dikenal sebagai bentukan vulkanik.
 Gerakan magma mendesak naik ke permukaan bumi melalui kerak bumi, membentuk igir baik di daratan maupun di dasar lautan. Terbentuknya igir di tengah lautan (mid oceanic ridge) akan membentuk suatu jalur gunungapi di tengah samudra seperti halnya yang terjadi di daratan.
Magma selain bergerak vertikal ke atas menuju permukaan bumi, magma juga mengalami pergerakan horizontal di bawah lempeng. Hal inilah yang menimbulkan adanya pergerakan lempeng bumi. Pergerakan lempeng bumi ini tidak hanya berlangsung satu arah sehingga dapat memicu munculnya tumbukan antar lempeng.
Tumbukan antar lempeng dapat saling menunjam, salah satu menunjam di bawah yang lain (subduction), atau keduanya terangkat (obduction). Subdaksi mengakibatkan adanya penyusupan magma ke permukaan bumi. Penyusupan magma ini membentuk suatu jalur gunungapi.

                        B.        Bentanglahan Pegunungan Unggaran
                                                Koordinat                    : 49 M 0429804 mT 9202228 mU
                                                Titik Pengamatan        : Bandungan, Lereng Timur Unggaran
                                                                                      (Ketinggian 1060 m)

            Pegunungan Ungaran merupakan pegunungan yang terbentuk akibat proses vulkanisme. Pegunungan unggaran terbentuk karena adanya proses subduksi. Pegunungan unggaran berbatasan dengan dataran aluvial Jawa di bagian utara, di bagian selatan merupakan jalur gunung api kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Merbabu), sedangkan pada bagian timur berbatasan dengan Pegunungan Kendeng.
Pembentukan Gunungapi Ungaran dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik yang berkaitan dengan fenomena gerakan magma yang naik dari dalam bumi menuju ke permukaan bumi. Lereng Gunungapi ini dicirikan oleh adanya topografi yang berbukit dengan ciri kemeringan lereng antara 14-20% dengan beda tinggi antara 76-200 meter. Tanah yang terdapat pada gunungapi Ungaran merupakan tanah regosol yang bercapur pasir halus yang mempunyai unsur hara tinggi. Hal ini menyebabkan tanaman holtikultura seperti cabai, mawar, dan lain-lain dapat tumbuh dengan subur di daerah tersebut.
Proses geomorfologi yang terjadi yaitu erosi material batuan dan juga gerak masa batuan (mass wating ). Erosi yang terjadi di daerah ini termasuk besar. Erosi terjadi karena adanya pembangunan terasering yang sejajar dengan kemiringan lereng sehingga tanah yang ada lebih mudah tererosi. Pembangunan terasering yang sejajar dengan kemiringan lereng ini dimaksudkan agar apabila ada air tergenang akan langsung mengalir sehingga tanaman holtikultura yang banyak ditanam di daerah itu dapat tumbuh dengan subur. Hal ini membawa dampak yang buruk karena pertanian di daerah tersebut banyak menggunakan pupuk anorganik, maka dengan semakin cepatnya aliran air permukaan yang mengandung zat-zat kimia, terjadi pencemaran air didaerah bawahnya semakin cepat. Dampak pencemaran air dapat terlihat di daerah bawahnya yaitu Rawa Pening.
Kawasan pegunungan unggaran seharusnya menjadi kawasan lindung, yaitu kawasan konservasi air karena lokasinya dibagian hulu. Kawasan ini merupakan bentanglahan kota dengan penataan ruang sebagai kawasan lindung untuk dibudidayakan. Di kawasan ini banyak dibangun permukiman dan penginapan. Pola permukiman cendrung linier, memanjang searah jalan. Mata pencarian penduduk antara lain  petani, pedagang, dan penjaga villa.
Fenomena dan masalah yang terjadi di sekitar kawasan Pergunungan Unggaran antara lain yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial. Masalah lingkungan fisik dan sosial yang dialami di kawasan ini yaitu alih fungsi lahan. Lahan-lahan banyak yang diubah menjadi lahan terbangun. Hal ini memberikan dampak negatif, yaitu ancaman erosi yang semakin besar dan banjir didaerah tengah dan hilirnya karena daerah resapannya berkurang. Pertanian holtikultura di daerah ini juga memberikan dampak negatif. Pertanian holtikultura membutuhkan banyak pupuk untuk menunjang produktivitasnya. Kawasan pegunungan unggaran merupakan kawasan hulu.  Pertanian holtikultura menyebabkan ketika air hujan jatuh dan mengalir dari hulu ke bagian tengah dan hilirnya membawa air yang telah tercemar dengan zat-zat kimia, seperti pupuk anorganik dan pestisida, hal ini menyebabkan pencemaran air di daerah bawahnya. Disisi lain, pembangunan permukiman dan pertanian d kawasan ini menunjang perekonomian masyarakat di sekitarnya. Perlu adanya kebijakan pemerintah yang mengatur penataan ruang dalam mengatasi permasalahan ini.

C.        Rawa Pening
            Koordinat                    : 49 M 0436298 mT 9192318 mU

            Rawa Pening merupakan sebuah danau yang terbentuk pada sebuah cekungan yang terbentuk oleh Gunungapi Ungaran, Telomoyo dan Merbabu. Pembentukan Rawa Pening berawal dari pembentukan Gunungapi Unggaran, Gunung Suropati, dan Gunung Ngerdong. Kemudian terjadi letusan besar Gunung Suropati. Ketika aktivitas mulai menurun, terbentuklah Gunung Merbabu. Proses tersebut menghasilkan cekungan yang terbentuk siantara gunungapi. Cekungan yang terbentuk di antara gunungapi ini menjadi Rawa Pening dan lebih dikenal dengan sebutan Intervolcano Basin .
Rawa Pening mengalami proses transfer (pengangkutan) dan sedimentasi material-material hasil aktivitas gunungapi Ungaran, Telomoyo dan Merbabu ketika masih aktif. Sedimentasi tersebut terakumulasi pada sebuah dataran rendah yang merupakan Intervolcano Basin. Dataran ini lebih rendah daripada daerah sekitarnya maka pola aliran sungai yang terjadi adalah radial sentripetal. Proses geomorfologi yang terjadi di Rawa Pening antara lain proses erosi dan sedimentasi.
Rawa Pening terdiri atas tiga jenis tanah, yaitu tanah andosol, aluvial, dan organosol. Tanah Andonosol yang berasal dari material piroklastik yang terbawa oleh sungai-sungai yang bermuara di danau Rawa Pening. Sungai-sungai tersebut antara lain Sungai Rengas, Panjang, Torong, Galeh, Lagi, Parat, Sraten, dan Sungai Kedung Ringin. Tanah aluvial berasal dari tanah andosol yang mengalami penurunan. Tanah organosol yang berasal dari pembusukan organism di dasar rawa.
Rawa Pening dimanfaatkan sebagai kawasan sumber tenaga PLTA. Namun semakin meningkatnya eceng gondok di rawa menyebabkan rawa mengalami pendangkalan. Eceng gondok yang mati akan menjadi tersedimentasi, menjadi lumpur. Eceng gondok yang tumbuh subur di kawasan ini merupakan hasil pencemaran air yang berasal dari hulu, Gunung Unggaran.
Fenomena eceng gondok di Rawa Pening merupakan masalah lingkungan di kawasan ini. Eceng gondok yang semakin subur menyebabkan rawa tertutup dan mengalami pendangkalan. Selain itu juga eceng gondok menyebabkan banyak organisme rawa yang tumbuh didalamnya mati karena tidak mendapat penyinaran matahari. Menghadapi permasalahan ini, masyarakat sekitar bersama pemerintah setempat telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan eceng gondok di kawasan ini. Uupaya-upaya tersebut antara lain memanen eceng gondok untuk dibuat barang kerajinan tangan, seperti tas dan menjadikan lumpur sisa eceng gondok yang telah mati sebagai pupuk organik.
Masalah lain yang terjadi di kawasan konservasi air Rawa Pening yaitu pada penataan ruang. Catchment area disekitar rawa pening bayak yang menjadi permukiman dan pertanian. Hal ini dapat memicu meningkatnya sedimentasi di rawa. Selain itu catchment area  yang di jadikan permukiman dapat menyebabkan air infiltrasi air berkurang, dan potensi run off meningkat, bisa memicu terjadinya banjir. Rawa Pening yang dijadikan tempat pariwisata juga menjadi suatu fenomena dan masalah. Pariwisata yang berkembang di Rawa Pening dapat menjadi lapangan pekerja untuk masyarakat dan baik untuk jangka pendek. Disisi lain pariwisata di dapat meningkatkan jumlah permukiman di sekitar rawa dan tidak baik untuk keberlanjutan rawa dalam  jangka panjang. Perlu adanya kebijakan pemerintah dalam penataan dan pemanfaatan Rawa Pening dan area sekitarnya.

4.3.2.   Bentanglahan Asal Proses Fluvial
                        A.        Pengertian Bentanglahan Asal Proses Fluvial
Bentanglahan asal proses fluvial, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini . Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang terjadi akibat adanya proses aliran air baik yang terkonsentrasi yang berupa aliran sungai maupun yang tidak terkonsentrasi yang berupa limpasan permukaan. Akibat adanya aliran air tersebut maka akan terjadi mekanisme proses erosi, transportasi, dan sedimentasi.
 Mekanisme erosi ditandai dengan lepasnya lepasnya material dasar dari sungai dengan berbagai cara seperti penggerusan batuan atau dasar sungai yang dilaluinya. Mekanisme transportasi yaitu proses pengangkutan material. Mekanisme sedimentasi yaitu proses penggendapat material-material yang telah tererosi atau tertransportasi.
                       
B.        Bentanglahan Aliran Sungai Progo
                                                Koordinat                    : 49 M 0412501 mT 9172684 mU
                                                Titik Pengamatan        : Sungai Progo,
                                                                                      Taman Kiyai Langgeng, Magelang.

Sungai Progo merupakan sungai yang terbentuk melalui proses erosi oleh aktifitas fluvial. Material batuan yaitu material piroklastis terdiri atas batuan vulkanis yang mempunyai ciri berlapis, tidak kompak, dan berwarna kehitaman. Batuan ini berasal dari gunung api Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing. Tanah di sekitar sungai progo bertekstur lempung, berpasir halus, berwarna merah, dan mudah teroksidasi.
Bentuklahan di sekitar Sungai Progo yaitu lembah sungai terresial. Lembah teresial adalah lembah aliran sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun atau tidak pernah kering. Proses geomorfologi yang  terjadi di sungai ini adalah erosi dan gerak masa batuan material piroklastik terutama dari Gunung Merapi yang terkena air hujan dan akan diangkut ke Sungai Progo kemudian terendapkan disekitar lembah (taman Kyai Langgeng) dan muara Sungai Progo. Material batuan yang terdapat di lembah Sungai Progo kasar dan sebagian berbentuk bongkahan-bongkahan. Air permukaan yang berada di sekitar suingai Progo melimpah namun mengalami pencemaran oleh aktivitas pertanian disekitar sungai. Di daerah ini memiliki jumlah airtanah yang tersedia melimpah.
Kawasan disekitar Sungai Progo digunakan sebagai kawasan budidaya. Kawasan disekitar Sungai Progo dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pariwisata. Mata pencarian masyarakat yang ada antara lain petani, pengelola pariwisata, dan pedagang. Pola permukiman memanjang searah jalan dan sebagian mengelompok. Tingkat pendidikan dan kesehatan cukup baik, terlihat dari fasilitas kesehatan dan pendidikan yang cukup memadai.
        
4.4. Bentanglahan Transisi Zona Tengah dan Utara Jawa Tengah
                                               
                        A. Pengertian Transisi Zona Tengah dan Utara Jawa Tengah
Zona transisi tengah dan utara Jawa Tengah dicirikan oleh proses diapirisme. Proses diapirisme ialah proses lipatan dari dalam bumi yang lokal dan permukaannya bersifat plastis yang diakibatkan oleh tekanan topografi dari daerah sekitranya. Proses diapirisme adalah proses menerobosnya material dari bagian kerak sebuah planet ke permukaannya, biasanya ini menghasilkan gejala gunung lumpur (mud volcano).




B. Bentanglahan Kubah Sangiran
            Koordinat                    : 49 M 0481728 mT 9176150 mU

Kubah Sangiran terletak di utara Gunung Lawu dan di sebelah selatan Perbukitan Kendeng dan Rembang. Gunung lawu yang besar dan mempunyai masa yang besar memberikan tekanan yang kuat ke utara. Sedangkan pernbukitan Kendeng dan Rembang juga melakukan tekanan ke selatan. Keadaan seperti itu menyebabkan kedua tekanan tersebut bertemu pada satu titik dan melakukan dorongan ke atas. Tetapi karena material atasnya berupa tanah lempung, maka dorongan dari bawah tersebut hanya membentuk cembungan atau dome. Sehingga, saat ini banyak ditemui dome dome hasil proses tersebut di utara gunung Lawu, salah satunya Kubah sangiran ini. Kubah Sangiran tersusun atas beberapa formasi batuan, yaitu formasi kalibeng, formasi pucangan, formasi kabuh, formasi Notopuro, dan yang paling atas adalah Teras Solo.
Dome Sangiran merupakan daerah tersingkap. Periwtiwa geologis diawali pada 2,4 juta tahun lalu yaitu terjadinya proses pengangkatan, gerakan lempeng bumi, letusan gunung berapi, dan adanya masa glasial sehingga terjadinya proses penyusutan air laut yang ekhirnya membuat wilayah sangiran terangkat keatas. Hal ini dibuktikan dengan endapan yang dapat dijumpai di Sungai Puren.
Sangiran merupakan kawasan lindung yang sebagian arenya dijadikan kawasan budidaya yaitu pertanian dengan aturan dan batasan tertentu dari pemerintah. Sangiran dijadikan sebagai tempat pariwisata, sebagai pusat informasi dan sarana belajar obyek-obyek purbakala. Banyak fosil yang ditemukan di kawasan ini. Fosil-fosil moluska, fosil manusia purba dan hewan-hewan purba.
Fenomena dan masalah yang terjadi di sekitar kawasan Kubah Sangiran antara lain yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial. Masalah lingkungan fisik yang dialami di kawasan ini yaitu kekeringan pada musim tertentu dan tanah yang kurang subur. Masalah lingkungan sosial yang dialami di kawasan ini yaitu sering terjadi jual beli fosil peninnggalan zaman purbakala.

4.5.      Bentanglahan Zona Utara JawaTengah

            4.5.1.   Bentanglahan Asal Proses Struktural Lipatan
                        A.        Pengertian Bentanglahan Asal Proses Struktural Lipatan
Zona utara Jawa Tengah didominasi oleh proses struktural lipatan. Zona utara terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api, umumnya  berbatasan dengan dataran aluvial. Lipatan yang lebih tua terjadi sejak dari periode miosen atas. Lipatan ini nampak lebih jelas dari zona tengah tetapi juga dapat dilihat di zona utara dari Jawa tengah. Di lain tempat pengendapan bahkan mungkin berlangsung selama periode miosen tengah.
Bentuklahan asal proses struktul lipatan disebabkan oleh adanya tenaga endogen. Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan adanya tekanan pada lempeng atau kerak bumi. Akibat adanya tekanan pada kerak bumi tersebut menimbulkan adanya lipatan atau patahan. Lipatan terjadi apabila tenaga endogen tersebut lebih kecil dari besarnya daya tahan material tersebut.
Bentang lahan asal proses struktural lipatan bentanglahan zona utara Jawa Tengah, dapat dilihat di Lembah Jono yang mempuyai air tanah asin dan juga di beldug Kuwu dengan fenomena semburan lumpurnya. Bentuklahan asal proses struktural, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Bentuklahan struktural adalah semua bentuklahan yang disebabkan oleh adanya tenaga endogen yaitu tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan adanya tekanan pada lempeng/kerak bumi. Akibat adanya tekanan pada kerak bumi tersebut akan menimbulkan adanya lipatan atau patahan. Lipatan terjadi apabila tenaga endogen tersebut tidak melebihi daya tahan material terhadap adanya tekanan. Namun bentukan di lembah Jono dan Bledug Kuwu masih dipengaruhi oleh proses diapirisme. Lembah Jono dan Bledug Kuwu merupakan bentukan sinklinal, sehingga biasa disebut Sinklinorium Randublatung.
                        B.        Bentanglahan Sinklinorium Randublatung

                                                Titik Pengamatan I      : Desa Jono
                                                Koordinat                    : 49 M 0497996 mT 9216638 mU

Desa Jono, Grombok, merupakan daerah yang sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai penambang garam. Desa Jono lokasinya tidak berbatasan atau berdekatan langsung dengan pantai, namun di desa ini terdapat akitivitas penambangan garam. Fenomena ini terjadi karena adanya proses diapirism garam dan gas akibat tertekan Formasi Kalibeng, sehingga terjadinya penyusupan garam (lumpur) dan gas yang berada pada sumur-sumur sebagian penduduk.
Aktivitas penambangan garam yang dilakukan oleh masyarakat di Desa jono hanya di lakukan pada musim kemarau. Kegiatan penambangan garam ini bukan mata pencarian utama penduduk di dasa ini, namun hanya sebagai mata pencarian sampingan. Sektor utama di Desa Jono ini adalah sektor primer. Aktivitas terkonsentrasi pada pertanian, namun karena produktivitas sebagian pertanian rendah, sebagian masyarakat di desa ini beralih menjadi pedagang atau bermigrasi ke kota.
Mobilitas penduduk usia produktif di desa ini tinggi. Penduduk usia produktif banyak yang bermigrasi ke kota untuk bekerja atau sekolah. Pendidikan masyarakat di desa ini rata-rata sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Masyarakat yang telah lulus sekolah menengah atas banyak yang bermigrasi keluar desa.
Fenomena dan masalah yang terjadi di Desa Jono antara lain yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial. Fenomena lingkungan fisik yang dialami yaitu potensi pertambangan garam, namun hanya dapat dilakukan pada saat musim kemarau. Masalah lingkungan sosial yang dialami di desa ini yaitu aktivitas penduduk yang terkonsentrasi pada pertanian, namun produktivitasnya msih rendah.


                                                Titik Pengamatan II    : Bledug Kuwu
                                                Koordinat                    : 49 M 0513444 mT 9123394 mU

Bledug Kuwu adalah sebuah kawah lumpur (mud volcano) yang terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Tempat ini dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke arah timur dari kota Purwodadi. Bledug Kuwu merupakan salah satu obyek wisata di daerah ini, selain sumber api abadi Mrapen, dan Waduk Kedungombo. Obyek yang menarik dari bledug ini adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan berlangsung terus-menerus secara berkala, antara dua hingga tiga menit.
 Kawah lumpur Kuwu adalah aktivitas pelepasan gas dari dalam  teras bumi. Gas ini umumnya adalah metana. Letupan-letupan lumpur yang terjadi biasanya membawa pula larutan kaya mineral dari bagian bawah lumpur ke atas. Lumpur dari kawah ini airnya mengandung garam, oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk dipakai sebagai bahan pembuat garam bleng  secara tradisional. Cara yang dilakukan adalah dengan menampung air dari bledug itu ke dalam glagah (batang bambu yang dibelah menjadi dua), lalu dikeringkan.
Lokasi pengamatan di sekitar Bledug kuwu merupakan perdesaaan. Mata pencarian masyarakat umumnya pedagang dan pengelola wisata Bledug Kuwu.  Pemanfaatan lahan antara lain pariwisata dan perdagangan. Kawasan sekitar Bledug Kuwu merupakan kawasan budidaya.
Fenomena dan masalah yang terjadi di Bledug Kuwu antara lain yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial. Masalah lingkungan fisik yang dialami yaitu pembangunan infrastruktur yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan, yaitu keadaan fisik tanah. Tanah yang berada di daerah ini yaitu tanah aluvium berupa lumpur. Pada saat hujan di sekitar daerah Bledug Kuwu jalan kurang memadai untuk dilalui, karena tanah lumpur yang lunak dan keras sulit dibedakan.
Masalah lingkungan sosial yang dialami di kawasan ini yaitu belum adanya keterkaitan wisata dengan obyek wisata lainnya. Bledug Kuwu yang dijadikan sebagai obyek wisata guna menunjang perekonomian masyarakat seharusnya dikaitkan dengan obyek wisata lain. waktu menuju lokasi ini cukup panjang dan melalui kondisi jalan yang kurang memadai, sehingga memicu kurang berkembangnya Bledug Kuwu sebagai obyek wisata. Namun dengan adanya keterkaitan dengan obyek wisata lain akan menjadi pendorong berkembangnya obyek wisata ini.

                        C.        Bentanglahan Bukit Gombel

Bukit Gombel merupakan bagian hulu Kota Semarang. Kawasan ini seharusnya menjadi kawasan lindung, yaitu daerah resapan. Kawasan ini tetapi dijadikan kawasan budidaya oleh masyarakat setempat. Kawasan ini digunakan sebagai lahn permukiman, pernginapan, dan pertokoan. Kawasan ini banyak dibangun bangunan-bangunan tinggi.
Material penyusun kawasan ini yaitu batuan gamping yang berlempung. Sifat batuan gamping berlempung yaitu aquitard, dapat menyimpan air dalam jumlah terbatas. Sehingga untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah longsor dan banjir di daerah bawah dan tengahnya, dibutuhkan vegetasi dalam jumlah yang besar sebagai area resapan. Perkembangan kawasan ini semakin membuat banyaknya pembangunan gedung-gedung dan permukiman di kawasan ini. Pembangunan gedung-gedung dan permukiman yang semakin tinggi mnyebabkan terjadi konversi lahan yang seharusnya area resapan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya. Keadaan ini ikut berkontribusi dalam terjadinya banjir di Kota Semarang, yang merupakan daerah hilir kawasan ini.

 Fenomena dan masalah yang terjadi di sekitar kawasan Bukit Gombel antara lain yaitu masalah lingkungan fisik dan sosial. Masalah lingkungan fisik yang dialami di kawasan ini yaitu konversi lahan. Lahan-lahan yang seharusnya dijadikan kawasan lindung yaitu area resapan, banyak yang diubah menjadi lahan terbangun. Hal ini memberikan dampak negatif, yaitu ancaman longsor yang semakin besar dan banjir didaerah tengah dan hilirnya karena daerah resapannya berkurang. Masalah lingkungan sosial yang dialami di kawasan ini yaitu kendala mempertahankan kawasan lindung dan konflik peruntukan ruang. Pembangunan permukiman, penginapan, dan pertokoaan di kawasan ini di satu sisi dapat mengganggu kesimbangan lingkungan, namun disisi lainnya, pembangunan permukiman, penginapan, dan pertokoaan di kawasan ini menunjang perekonomian masyarakat di sekitarnya.

            4.5.2.   Bentanglahan Asal Proses Marin
                        A.        Pengertian Bentanglahan Asal Proses Marin

Bentang lahan asal proses marine  merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Bentuklahan ini contoh satuan bentuklahannya antara lain gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Bentuklahan marin seringkali berkombinasi dengan bentuklahan fluvial, yaitu sungai. Proses akibat kombinasi antara proses fluvial dan proses marine disebut proses fluvio-marine. Satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuary 
Bentuklahan asal proses marin adalah semua bentuklahan yang dihasilkan oleh aktivitas laut yaitu oleh adanya gelombang dan arus laut. Bentukan bisa berupa bentukan erosional maupun deposisional. Bentukan erosional terjadi apabila aktivitas gelombang atau arus tersebut mampu mengikis dan mengangkut material tersebut. Bentukan yang terendapkan akan  membentuk bentukan depoposional 

                        B.        Bentanglahan Banjir Kanal Timur dan  Bandarharjo

                                                Titik Pengamatan I      : Banjir Kanal Timur, Kota Semarang
                                                Koordinat                    : 49 M 0438801 mT 9231666 mU

Kota Semarang dahulu merupakan rawa. Kota Semarang merupakan daratan sempit yang dilewati oleh Sungai Babon disebelah barat dan Sungai Garang di sebelah timur.  Banjir Kanal Timur merupakan bentuklahan deposisional proses marin. Banjir kanal timur dibangun untuk mempercepat aliran air samapi ke laut untuk mengantisipasi banjir rob.
Material yang terdapat di Banjir Kanal Timur yaitu lumpur, terdiri atas lempung dan pasir. Lumpur di sekitar Banjir Kanal Timur banyak ditumbuhi mangrove. Namun karena pencemaran, semakin tahun populasi mangrove semakin berkurang. Tanah di daerah ini bersifat subsisten, stabilitas tanah rendah, mudah bergerak, dan mudah mengalami amblesan.
Banjir kanal timur ini termasuk ke dalam subaerial deposition coast. Hal ini terjadi karena adanya sungai besar yang mengalir membawa sedimen mengendapkan di muara. Air permukaan di banjir kanal timur berasal dari DAS Garang yang sering mengalami luapan air. Air juga berasal dari rawa-rawa yang berupa air payau. Kualitas air tanahnya kurang baik karena tercemar oleh limbah industri yang ada di sekitar daerah banjir kanal timur. Flora yang mendominasi merupakan tanaman mangrove. Akan tetapi jumlah tanaman mangrove yang ada disini sekarang berjumlah sedikit karena terpengaruh oleh aktivitas pencemaran akibat oleh limbah dari aktivitas domestik lainnya.



Fenomena dan masalah yang terjadi di Banjir Kanal timur antara lain yaitu fenomena dan masalah lingkungan fisik. Masalah lingkungan fisik yang dialami yaitu kesulitan air bersih, amblesan tanah, drainase yang buruk, dan semakin berkurangnya mangrove. Kesulitan air bersih terjadi karena pencemaran air oleh limbah pabrik dan limbah domestik. Solusinya  air bersih harus di suply dari luar wilayah. Masyarakat umumnya menggunakan air bersih dari air PAM. Amblesan tanah terjadi karena jenis tanah yang sifatnya subsisten, didukung oleh kapasitas beban yang besar diatas permukan, dan juga semakin berkurangnya ketersediaan air tanah akibat pemompaan seiring bertambahnya jumlah penduduk. Jjumlah tanaman mangrove yang ada jumlah semakin berkurang terjadi karena terpengaruh oleh aktivitas pencemaran limbah dari sekitar Banjir Kanal Timur.
Titik Pengamatan II    : Bandarharjo

Banjarharjo merupakan kawasan pinggiran yang berada dekat Banjir Kanal Timur.  Daerah ini merupakan kawasan budidaya dengan pemanfaatan lahan sebagai pertokoan, pemukiman, dan pariwisata. Mata pencarian penduduk sekitar umumnya pedagang dan pekerja PJKA. Pola permukiman umumnya linier mengikuti jalan, dan sebagian mengelompok. Rumah-rumah yang dibangun banyak yang berupa rumah non permanen terbuat dari kayu. Di sekitar kawasan ini banyak terdapat permukiman kumuh.
Sebagian daerah ini sering mengalami banjir dan amblesan. Masyarakat dalam beradaptasi dengan kondisi tersebut biasanya meninggikan jalan dan rumah yang ambles. Masyarakat juga banyak yang membangun rumah bertingkat dan meletakan barang-barang elektronik dan surat-surat berharga di tempat yang cukup tinggi, aman dari banjir. Banjir yang terjadi dengan waktu yang tidak terduga dan tekadang cukup besar, namun banjir cepat mengalami surut. Banjir di dukung juga oleh drainase yang buruk.


Masalah kesehatan yang sering dialami masyarakat antara lain gatal-gatal dan diare. Kartu kesehatan yang diberikan dari pemerintah kepada masyarakat belum menjangkau seluruh kalang, sifatnya masih terbatas. Bantuan dari pemerintah atas banjir yang terjadi ini belum merata. Fenomena dan masalah sosial yang marak terjadi yaitu fenomena migrasi. Masyarakat usia produktif dari tempat ini banyak yang memilih bekerja di luar, seperti di Jakarta, karena peluang pekerjaan di tempat ini cukup sulit, terutama untuk masyarakat kurang mampu, tingkat pendidikan rendahm, dan keahlian minimum.

            4.5.3.   Bentanglahan Asal Proses Antopogenik
                        A.        Pengertian Bentanglahan Asal Proses Antropogenik

Bentang lahan asal proses antropenik  merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia.Waduk, kota, pelabuhan, pantai reklamasi, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik.

                        B.        Bentanglahan Pantai Reklamasi Marina

                                                Titik Pengamatan        : Pantai Marina
                                                Koordinat                    : 49 M 043549 mT 9231762 mU

Pantai Marina adalah kawasan budidaya yang dimanfaatkan sebagai lahan permukiman, pariwisata, dan perkantoran. Mata pencarian masyarakat di sekitar Pantai Marina yaitu pedagang dan pekerja kantoran. Pemukiman yang terlihat di sekitar kawasan Pantai Marina adalah perrmukiman elit dengan pola permukiman mengelompok dan tertata. Bangunan rumah merupakan bangunan moderen. Di sekitar kawasan Pantai Marina merupakan daerah reklamasi pantai, sehingga harga tanah yang ada di sekitar Pantai Marina mahal dan hanya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan tinggi. Fasilitas kesehatan, sosial, dan pendidikan sangat memadai.
Fenomena dan maslah lingkungan sosial di kawasan ini yaitu integrasi sosial. Tingginya harga tanah yang berada di sekitar Pantai Marina menyebabkan adanya masyarakat yang tinggal di kawasan Pantai Reklamasi ini adalah masyarakat berpenghasilan tinggi. Hasilnya terjadi pemisahan antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan masyarakat berpenghasilan menengah  ke bawah.
Reklamasi Pantai Marina merupakan hasil antopogenik, yaitu  didalam pembentukannya terdapat dikontrol peran manusia. Material yang digunakan dalam reklamsi pantai ini berasal dari berbagai tempat. Hal ini menyebabkan  batuan berupa batuan dan tanah berupa campuran yang tidak berstuktur. Di kawasan ini sistem drainase baik, sehingga tidak terjadi banjir. Keadaan ini juga yang mendorong berkambangnya wisata di kawasan ini.
Kawasan Reklamasi Pantai Marina ini memiliki tembok pelindung bibir pantai, pintu pengarah arus, dan pemecah gelombang. Sehingga  arus dan gelombang besar tidak sampai di kawasan reklamasi ini. Fenomena dan masalah fisik yang terjadi di kawasan ini yaitu ketidakmerataan banjir. Di daerah permukiman elit disekitar kawasan ini tidak terjadi banjir, namun di sekitar Bandarharjo yang merupakan permukiman kumuh terjadi banjir rob yang cukup parah.
  
            Bentanglahan Solo
                        Titik Pengamatan        : Taman Wisata Kuliner Solo

Solo merupakan salah satu kota yang berada di provinsi Jawa Tengah. Kota Solo memiliki luas 44 km2 ini. Kota Solo berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Sungai Bengawan Solo melewati kota ini disebelah timur. 
Solo sebagai salah satu kota besar di Indonesia, memiliki jumlah penduduk di kota Solo tergolong padat. Lahan di kota solo sebagian besar lahan digunakan untuk kawasan perdagangan dan permukiman. Salah satu kawasan perdagangan di Solo yaitu Taman Wisata Kuliner Solo.  Kawasan ini merupakan tempat pusat jajanan makanan khas Solo. Selain itu di kawasan ini juga terdapat berbagai oleh-oleh khas Solo hasil kerajinan tangan masyarakat Solo.
Pedagang dan pekerja yang berada di sekitar kawasan ini berasal dari berbadai daerah di sekitar Jawa Tengah. Solo dinggap sebagi wilayah yang memiliki peluang usaha yang lebih baik di bandingkan tempat asalnya. Alasan sebagian masyarakat bermigrasi dari luar Solo ke Solo yaitu awalnya karena mencari pekerjaan dan untuk melanjutkan pendidikan. Namun, banyak masyarakat yang bermigrasi dari luar Solo kini telah menetap lama di Solo.
Fenomena lingkungan sosial yang terdapat di kawasan Taman Wisata Kuliner Solo ini yaitu menjamurnya pedagang kaki lima di sekitar kawasan ini. Banyaknya pedagang kaki lima di kawasan ini tampaknya bukan suatu masalah. Penataan pedagang kaki lima di kawasan ini cukup baik. Pemerintah setempat menangani langsung penataan pedagang kaki lima di kawasan ini sehingga pedagang kaki lima   dapat berjualan dengan rapih.
            
BAB V
KESIMPULAN


5.1.      Zona Selatan Jawa Bagian Tengah

             Proses yang terjadi pada zona Jawa Tengah bagian selatan adalah patahan dan pengangkatan yang menghasilkan bentuklahan struktural patahan dan juga bentuklahan karst. Bentuklahan patahan dapat dilihat di perbukitan Baturagung, sedangkan bentuklahan karst dapat dilihat di kompleks Gunung Sewu, Gunungkidul. Zona selatan Jawa tengah dibagi menjadi tiga ekosistem bentang lahan asal proses yang diamati, meliputi struktural, solusional, dan antropogenik. Batuan di zona Jawa Tengah bagian Selatan terdiri dari batugamping dengan batuan volkanis sebagai alasnya. 
              Zona  Selatan  Jawa Tengah  didominasi  oleh  bentang  budaya tipe  perdesaan.  Sektor utama masyarakat adalah sektor pertanian. Penduduk banyak yang melakukan migrasi keluar daerah untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan. Keadaan ini dikarenakan  kondisi lahan yang kurang optimal dan sering mengalami kekeringan. Potensi  sumber daya alam  belum banyak terolah dan  sumber daya manusia  masih rendah. Fasilitas sosial, pendidikan, dan kesehatan masih belum memadai untu sebagian daerah. Di kawasan karst, masyarakat seringkali mengalami gangguan kesehatan yaitu penyakit batu ginjal. Hal ini disebabkan material di kawasan karst berupa gamping yang kaya akan ion karbonat.

5.2.      Zona Transisi Selatan - Tengah Jawa Bagian Tengah
           
Zona transisi selatan dan tengah Jawa Tengah ditandai dengan adanya intrusi diorit. Intrusi diorit ini merupakan hasil proses struktural dan vulkanis. Zona peralihan ini, karakteristik yang ada merupakan campuran dari dua bentuklahan tersebut, sehingga banyak dijumpai sebaran batu volkanis dan rombakannya. Perubahan morfologi yang kontras dari perbukitan curam dan dataran alluvial di bawahnya juga menjadi bukti bahwa di daerah ini dulunya juga merupakan daerah patahan.

  
5.3.      Zona Tengah Jawa Bagian Tengah 
           
            Pembentukan Zona Tengah dipengaruhi  oleh keberadaan  jalur  gunungapi  sehingga  menyebabkan  daerahnya  subur  dan berpotensi  untuk  dikembangkan  sebagai  lahan  pertanian.  Jumlah  dan kepadatan penduduk cukup  tinggi. Pola  permukiman  yang  terbentuk  yaitu  mengelompok pada daerah kota dan pinggiran serta menyebar pada daerah perdesaan. Kondisi  sosial ekonomi pada bagian  tengah  Jawa Tengah  sangat baik karena didukung oleh adanya potensi sumberdaya alam dan kualitas sumber daya manusia yang cukup tinggi. Sektor perekonomian yang berkembang adalah sektor pertanian, perdagangan, dan jasa.  Tingkat  sosial  penduduknya  termasuk  dalam  kategori mengengah ke atas. 

5.4.        Zona Transisi Tengah – Utara Jawa Bagian Tengah

Zona transisi tengah dan utara Jawa Tengah dicirikan oleh proses diapirisme. Proses diapirisme ialah proses lipatan dari dalam bumi yang lokal dan permukaannya bersifat plastis yang diakibatkan oleh tekanan topografi dari daerah sekitranya. Proses diapirisme adalah proses menerobosnya material dari bagian kerak sebuah planet ke permukaannya, biasanya ini menghasilkan gejala gunung lumpur (mud volcano).

5.3.      Zona Utara Jawa Bagian Tengah
                           
            Zona utara Jawa Tengah didominasi oleh proses struktural lipatan. Zona utara terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Zona utara  berbatasan dengan dataran aluvial. Lipatan yang lebih tua terjadi sejak dari periode miosen atas. Lipatan ini terlihat jelas dari zona tengah tetapi juga dapat dilihat di zona utara dari Jawa tengah. Pengendapan berlangsung selama periode miosen tengah.
           Bentang lahan yang mendominasi di zona ini adalah bentang lahan asal proses struktural lipatan, proses marine, dan juga proses antropogenik. Bentang lahan asal proses struktural lipatan dapat dilihat di Bukit Gombel, Lembah Jono yang mempuyai air tanah asin, dan juga di beldug Kuwu dengan fenomena semburan lumpurnya. Bentuklahan asal proses struktural, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis.
            Bentang lahan asal proses marine Banjir Kanal Timur, Semarang. Bentuklahan asal proses marine  merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Hasil bentuklahan ini antara lain gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Bentuklahan asal proses marin adalah semua bentuklahan yang dihasilkan oleh aktivitas laut yaitu oleh adanya gelombang dan arus laut. Bentukan bisa berupa bentukan erosional maupun deposisional. Bentukan erosional terjadi apabila aktivitas gelombang atau arus tersebut mampu mengikis dan mengangkut material tersebut dan jika terendapkan akan  membentuk bentukan depoposional.
            Bentang lahan asal proses antropogenik dapat dijumpai di Kawasan Reklamasi Pantai Marina. Pantai ini walaupun merupakan bentukan alam, namun sebagian besar prosesnya adalah rekayasa manusia. Pantai ini disebut sebagai pantai antropogenik karena pembuatan pantai ini tidak alami, yaitu dengan cara reklamasi atau penimbunan rawa.
            Zona  utara    mempunyai  potensi  pertanian,  perikanan serta  perdagangan  yang  cukup  besar. Adanya jalur pantura membuat aksesbilitas zona utara ini sangatlah tinggi. Tingkat pendidikan penduduk umumnya menengah hingga  tinggi  terutama di kota-kota  besar  seperti  Kota  Semarang.  Bentuk  penggunaan  lahan  umumnya berupa  sawah  irigasi  teknis,  tambak,  perkebunan,  industri dan  permukiman. Permasalahan yang timbul di daerah ini antara lain konversi lahan di daerah perkotaan dengan adanya reklamasi pantai serta infrastuktur berupa jalan raya yang harus selalu diperbaiki karena struktur tanahnya yang berupa tanah lempung mudah mengalami amblesan.



DAFTAR PUSTAKA

Dibyosaputro,  Suprapto.  1997.  Geomorfologi  Dasar.  Yogyakarta  :  Fakultas Geografi UGM.

Muta’ali, Lutfi. 2011. Kapita Selekta Pengembangan Wilayah. Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Santosa, Langgeng Wahyu, Widiyanto, dan Lutfi Muta’ali. 2012. Pengenalan Bentanglahan Jawa Bagian Tengah.Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.

Vestapen Hth. 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Survey for Enviroment. Elsevier. Amsterdam.

Widiyanto. 2013. Geomorfologi Dasar.Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.

Alimudin, Reski Ayu Magfira. 2013. Bentuklahan Geomorfologi.   http://reskiayumagfira.blogspot.com/  (diakses tanggal 6 Juli 2013 Pukul 19:33 oleh Diana Febrita).

Munawaroh. 2009. Basin Wonosari.   http://earthy-moony.blogspot.com/2010/04/bentanglahan-basin-wonosari.html   (diakses tanggal 6 Juli 2013 Pukul 19:37 oleh Diana Febrita).
           
Prasetyo, Rifki. 2012. Fisik Dome Sangiran.  http://rifkiprass.blogspot.com/2012/04/fisik-geologi-dome-sangiran.html (diakses tanggal 6 Juli 2013 Pukul 19:40 oleh Diana Febrita).

Susanti, Eni. 2012. Pengenalan Bentang Lahan Jawa Bagian Tengah.   http://eni-shine-shiny.blogspot.com/2012/07/kkl-1-geografisejuta-asa-dan-cinta.html (diakses tanggal 6 Juli 2013 Pukul 19:31 oleh Diana Febrita).


3 komentar:

  1. Sukak lah berguna sekali kak

    BalasHapus
  2. Harrah's Casino & Resort - Mapyro
    Find 울산광역 출장샵 the best place to stay and 광양 출장마사지 play at Harrah's Resort, located in Atlantic City. Atlantic City, NJ. Address: 사천 출장마사지 3131 S. Atlantic City, NJ 08401. 전주 출장마사지 Hotel Address: 3131 당진 출장안마 S.

    BalasHapus